New Post!

Nana terlambat bangun untuk berangkat sekolah, padahal sebelumnya dia selalu bangun lebih pagi. Mungkin semalam keasyikan nonton acara TV, sehingga pagi ini dia harus buru-buru kalau tidak ingin terlambat sampai di SMU.
Nana adalah pelajar kelas 1, minggu depan dia akan berulang tahun yang ke-16.Dengan wajah yang manis, rambut sebahu, kulit putih bersih, mata bening dan ukuran payudara 34B, tak heran Nana selalu menjadi incaran para lelaki, baik yang sekedar iseng menggoda atau yang serius ingin memacarinya.
Tetapi sampai hari ini Nana belum menjatuhkan pilihannya.Alasannya cukup klasik, “Maaf ya.., kita temenan aja dulu.., soalnya saya belum berani pacaran.., kan masih kecil, ntar dimarahin ortu kalau ketahuan…” begitu selalu kilahnya kepada setiap lelaki yang mendekatinya.
Begitulah Nana, gadis manis yang belum terjamah bebasnya pergaulan metropolis seperti Jakarta tempatnya tinggal. Nana mungkin akan cukup lama bertahan dalam keluguannya kalau saja peristiwa itu tidak terjadi.Pagi itu selesai menyiapkan diri untuk berangkat, Nana sedikit tergesa-gesa menjalankan Honda Supra-nya.
Tanpa disadarinya dari kejauhan tiga pasang mata mulai mengintainya. Benny (25 tahun) mahasiswa salah satu PTS yang pernah ditolak cintanya oleh Mita, hari itu mengajak dua rekannya (Kevin dan Budi) yang terkenal bejat untuk memberi pelajaran buat Nana, karena Benny yang playboy paling pantang untuk ditolak, apalagi oleh gadis ingusan macam Nana.Tepat di jalan sempit yang hampir jarang dilewati orang, Benny dan kawan-kawan memalangkan Toyota Land Cruser-nya, karena mereka tahu persis Nana akan melewati jalan pintas ini menuju sekolahnya.
Sedikit kaget melihat mobil menghadang jalannya, Nana gugup dan terjatuh dari motornya. Benny yang berada di dalam mobil beranjak keluar.“Hai Mit.., jatuh ya..?” kata Benny dengan santainya.“Apa-apaan sih kamu..? Mau bunuh aku ya..?” hardik Nana dengan wajah kesal.“Nggak.., cuman aku mau kamu jadi pacarku, jangan nolak lagi lho..! Ntar…” kata Benny yang belum sempat menyelesaikan kata-katanya.“Ntar apa..?” potong Nana yang masih dengan wajah kesal.“Ntar gue perkosa lo..!”“Sialan dasar usil, cepetan minggir aku udah telat nih..!” bentak Nana.Air mata di pipinya mulai menetes karena Benny tetap menghalangi jalannya.
“Benny please.., minggir dong..!” pintanya sudah tidak sabaran lagi.Benny mulai mendekati Nana yang gemetar tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi bajingan ini. Tiba-tiba dari arah belakang sebuah pukulan telak mendarat di tengkuk Nana yang membuatnya pingsan seketika. Rupanya Kevin yang sedari tadi bersembunyi di balik pohon bersama delapan orang lainnya sudah tidak sabar lagi.“Ayo kita angkut dia..!” perintah Benny kepada teman-temannya.Singkat cerita, Nana dibawa ke sebuah rumah kosong di pinggir kota. Letak rumah itu menyendiri, jauh dari rumah-rumah yang lainnya, sehingga apapun yang terjadi di dalamnya tidak akan diketahui siapapun.Sebuah tamparan di pipinya membuat gadis ini mulai siuman. Dengan tatapan nafsu dari dua lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya kecuali satu orang, yaitu Benny.
Nana mulai ketakutan memandang sekelilingnya. Apa yang akan terjadi samar-samar mulai terbayang di matanya. Jelas sekali dia akan diperkosa oleh 3 orang. Rupanya mereka sudah tidak sabaran lagi untuk segera memperkosa Nana.
Tangan-tangan mereka mulai merobek-robek pakaian gadis itu dengan sangat kasar tanpa perduli teriakan ampum maupun tangisan Nana.Setelah menelanjangi Nana sehingga Nana benar-benar bugil. Sekali sentak Kevin menjambak rambut Nana dan menariknya, sehingga tubuh Nana yang tekulai di lantai terangkat ke atas dalam posisi berlutut menghadap Kevin.“An.., lo mau gue apain nih cewek..?” kata Kevin sambil melirik ke arah Benny.“Terserah deh.., emang gue pikirin..!”Kevin menatap sebentar ke arah Nana yang sudah sangat ketakutan, air matanya nampak mengalir dan, “PLAK..!” tamparan Kevin melayang ke pipinya.Benny dan yang lainnya mulai membuka pakaian masing-masing, sehingga sekejap orang-orang yang berada dalam ruangan itu semuanya telanjang bulat. Nana yang terduduk di lantai karena dicampakkan Kevin kembali menerima perlakuan serupa dari Benny yang kembali menjambak rambutnya, hanya saja tidak menariknya ke atas, tetapi ke bawah, sehingga sekarang Nana dalam posisi telentang. Teman-teman Benny memegangi kedua tangan dan kaki Nana, sedangkan Benny duduk tepat di atas kedua payudara Nana. Penis Benny yang sudah mengeras dengan panjang 18 cm ditempelkan ke bibir Nana.
“Ayo isep kontol gue..!” bentak Benny tidak sabaran.Karena Nana tidak juga membuka mulutnya, Benny menampar Nana berkali-kali. Karena tidak tahan, akhirnya mulut mungil Nana mulai terbuka.
Tanpa ampun Benny yang sudah tidak sabaran memasukkan penisnya sampai habis, tonjolan kepala penis Benny nampak di tenggorokan Nana. Benny mulai memaju-mundurkan penisnya di mulut Nana selama 5 menit tanpa memberi kesempatan Nana untuk bernafas.
Nana kesakitan dan mulai kehabisan nafas, Benny bukannya kasihan tetapi malah semakin brutal menancapkan penisnya.Selang beberapa saat, Benny mengeluarkan penisnya dari mulut Nana, dan segera diganti oleh Penis Kevin yang panjangnya hampir 20 cm. Budi yang sedari tadi memegang kaki Nana mulai menjalankan aksinya. Paha Nana ditarik ke atas dan mengarahkan penisnya ke memeknya Nana.
Penis Budi yang paling besar di antara kedua rekannya tidak terlalu gampang menembus memek Nana yang memang sangat sempit, karena masih perawan. Tetapi Budi tidak perduli, penisnya terus ditekan ke dalam memek Nana dan tidak berapa lama Nana tampak meringis kesakitan, tetapi tidak mampu bersuara karena mulutnya tersumbat penis Kevin yang dengan kasarnya menembus hingga tenggorokannya.Budi memaju-mundurkan penisnya ke dalam memeknya Nana dan nampak darah mulai menetes dari memek Nana.
Keperawanan Nana telah dikoyak Budi. Kevin yang tidak puas akan “pelayanan” Nana nampak kesal.“Ayo isep atau gue cekik lo..!” bentaknya ke arah Nana yang sudah dingin pandangannya.Nana yang sudah putus asa hanya dapat menuruti keinginan Kevin.
Mulutnya dimaju-mundurkan sambil menghisap penis Kevin.“Ayo cepat..!” kata Kevin lagi.Karena dalam posisinya yang telentang, agak sulit bagi Nana menaik-turunkan kepalanya untuk mengulum penis Kevin, tetapi Kevin rupanya tidak mau perduli. Nana melingkarkan tangannya ke pinggang Kevin, sehingga dia dapat sedikit mempercepat gerakannya sesuai keinginan Kevin.Hampir 30 menit berlalu, Kevin hampir ejakulasi, rambut Nana ditarik ke bawah sehingga wajahnya menengadah ke atas. Kevin mencabut penisnya dari mulut Nana.“Buka yang lebar dan keluarin lidah lo..!” bentaknya lagi.Nana membuka mulutnya lebar-lebar dan menjulurkan lidahnya keluar. Kevin memasukkan kembali setengah penisnya ke mulut Nana dan, “Ah.., crot… crot… crot..!” sperma Kevin yang banyak masuk ke mulut Nana.“Telan semuanya..!”Nana terpaksa menelan semua sperma Kevin yang masuk ke mulutnya, walau sebagian ada yang mengalir di sela-sela bibirnya.Budi yang juga hampir ejakulasi mencabut penisnya dari memek Nana dan merangkat ke atas dada Nana dan bersamaan dengan Kevin mencabut penisnya dari mulut Nana. Budi memasukkan penisnya ke mulut Nana sampai habis masuk hingga ke tenggorokan Nana.Dan, “Crot.. crot.. crot..!” kali ini sperma Budi langsung masuk melewati tenggorokan Nana.Benny yang sedari tadi menonton perbuatan kedua rekannya melakukan hal serupa yang dilakukan Budi, hanya saja Benny menyemprotkan spermanya ke dalam memek Nana.Begitulah selanjutnya, masing-masing dari mereka kembali memperkosa Nana sehingga baik Benny, Budi dan Kevin dapat merasakan nikmatnya memek Nana dan hangatnya kuluman bibir Nana yang melingkari penis-penis mereka. Mereka benar-benar sudah melampaui batasan keinginan berbalas denadam terhadap Nana yang tadinya masih polos itu.Sebelum meninggalkan Nana sendirian di rumah kosong, mereka sempat membuat photo-photo telanjang Nana yang dipergunakan untuk mengancam Nana seandainya buka mulut. Foto-foto tersebut akan disebarkan ke seantero sekolah Nana jika memang benar-benar Nana melaporkan hal tersebut ke orang lain.Hari-hari selanjutnya dengan berbagai ancaman, Nana terpaksa pasrah diperkosa kembali oleh Benny dan kawan-kawan sampai belasan kali. Dan setiap kali diperkosa, jumlahnya selalu bertambah, hingga terakhir Nana diperkosa 40 orang, dan dipaksa menelan sperma setiap pemerkosanya. Sungguh malang nasib Nana.

BACA SAMPAI BASAH - Pembaca, Mbak Rasti ini sudah tiga kali menjanda, dan semua warga kampung kami sudah tahu bahwa Mbak Rasti ini memang “nakal” sehingga gak ada pria yang betah berlama-lama menjadi suaminya. Mbak Rasti ini suka sekali menggodaku dengan mengatakan bahwa dia pengen sekali merasakan keperjakaanku.
Suatu kali, selepas maghrib, aku ke rumahnya. Tadinya aku ingin mengajak Udin, adiknya yang temanku untuk main. Aku masuk lewat pintu belakang karena memang sudah akrab sekali. Tapi di belakang rumahnya itu, ada Mbak Rasti yang sedang duduk di kursi dekat sumur.
Aku bertanya ke si Mbak, “Udin ada?”
“Kagak, dia ikut baba (Bapak) ama nyak (Ibu) ke Depok.” jawab si Mbak
“Wah, jadi Mbak sendirian dong di rumah?” tanyaku basa basi
“Iya, asyik kan? Kita bisa pacaran.” sahut si Mbak
Aku cuma tertawa, karena memang sudah biasa dia ngomong begitu
“Duduk dulu dong Wan, ngobrol ama Mbak ngapa sih.” katanya
Akupun duduk di kursi sebelah kirinya, si Mbak sedang minum anggur cap orangtua. Aku tahu dia memang suka minum anggur, mungkin itu juga sebabnya gak ada suami yang betah sama dia.
“Si Amir mana mbak?” tanyaku menanyakan anaknya
“Diajak ke Depok.” sahutnya pendek
“Mau minum nggak Wan?” dia nawarin anggurnya
Aku gak menolak, aku juga suka minum, cuma karena orang tuaku termasuk berada, biasanya aku hanya minum minuman dari luar negeri. Tapi saat itu aku minum juga anggur yang ditawarkan Mbak Rasti. Jadilah kami minum sambil ngobrol ngalor ngidul. Tak terasa sudah satu botol kami habiskan berdua. Dan aku mulai terpengaruh alkohol dalam anggur itu, namun aku pura-pura masih kuat, karena kulihat Mbak Rasti belum terpengaruh. Gengsi.
Aku mulai memperhatikan Mbak Rasti lebih teliti. Pandanganku tertuju ke toketnya yang hanya ditutupi bra hitam yang agak kekecilan. Sehingga toketnya seperti mau meloncat keluar. Wajahnya cukup manis, agak ke arab-araban, kulitnya hitam tapi mulus. Baru sekarang aku menyadari bahwa ternyata Mbak Rasti manis juga. Rupanya pengaruh alkohol sudah mendominasi pikiranku.
Merasa diperhatikan si Mbak membusungkan dadanya, membuat k0ntol remajaku mulai mengeras. Dan dengan sengaja dia membuat gerakan menggaruk toket kirinya sambil memperhatikan reaksiku. Tentu saja aku belingsatan dibuatnya. Sambil menggaruk toketnya perlahan si Mbak bertanya.
“Wan kok bengong gitu sih?”
Bukannya kaget, aku yang sudah setengah mabok itu malah menjawab terus terang, “Abis tetek Mbak gede banget, bikin saya napsu aja.”
Eh, dia malah merogoh toket kirinya, terus dikeluarkan dari branya.
“Kalo napsu, pegang aja Wan. Nih,” katanya sambil mengasongkan toketnya ke depan
“Diemut juga boleh Wan.” tambahnya
Aku yang sudah mabok alkohol, semakin pusing karena ditambah mabok kepayang akibat tantangan Mbak Rasti.
“Boleh Mbak?” tanyaku lugu
“Dari dulu kan Mbak udah pengen buka “segel” Irwan. Irwannya aja yang jual mahal.” katanya
sambil memegang kepalaku dengan tangan kirinya dan menekan kepalaku ke arah toketnya.
Aku pasrah, perlahan mukaku mendekat ke arah toket kirinya yang sudah dikeluarkan dari bra itu. Dan hidungku menyentuh pentilnya yang cokelat kehitaman. Segera aroma yang aneh tapi membuat kepalaku seperti hilang menyergap hidungku. Dan keluguanku membuat aku hanya puas mencium dengan hidungku, menghirup aroma toket Mbak Rasti saja.
Aku pasrah, perlahan mukaku mendekat ke arah toket kirinya yang sudah dikeluarkan dari bra itu. Dan hidungku menyentuh pentilnya yang cokelat kehitaman. Segera aroma yang aneh tapi membuat kepalaku seperti hilang menyergap hidungku. Dan keluguanku membuat aku hanya puas mencium dengan hidungku, menghirup aroma toket Mbak Rasti saja.
“Waan.” tegur Mbak Rasti
“Apa Mbak?” tanyaku sambil menengadah
“Jangan cuma diendus gitu ngapa. Keluarin lidah Irwan, jilatin pentil Mbak, terus diemut juga. Ayo coba” Mbak Rasti mengajariku sambil kembali tangannya menekan kepalaku.
Aku menurut, kukeluarkan lidahku, dan kujilati sekitar pentilnya yang kurasakan semakin keras di lidahku. Dan sesekali kuemut pentilnya seperti bayi yang menyusu pada ibunya. Ku dengar Mbak Rasti mengerang, tangannya meremas rambutku dan berkata. Cerita Sex HOT
“Naah, gitu Wan. Terusin Waann. Gigit pentil Mbak Wan, tapi jangan kenceng gigitnya, pelan aja.” pinta si Mbak.
Akupun menuruti permintaannya. Kugigit pentilnya pelan, erangan dan desahannya semakin keras. Dengan lembut si Mbak menarik kepalaku dari toketnya, wajahku ditengadahkan, kemudian dia mencium bibirku dengan penuh gairah. Bibirku diemut dan lidahnya bermain dengan lincahnya di dalam mulutku. Aku terpesona dengan permainan lidahnya yang baru sekali ini kurasakan. Getaran yang diberikan Mbak Rasti melalui lidahnya menjalar dari sekujur bibirku sampai ke seluruh tubuhku dan akhirnya masuk ke jantungku. Aku terbawa ke awang-awang. Gak hanya itu, Mbak Rasti menjilati sekujur wajahku, dari mulai daguku, ke hidungku, mataku semua dijilat tak terlewat satu sentipun. Terakhir lidah Mbak Rasti menyapu telingaku, bergetar rasanya seluruh tubuhku merasakan sensasi yang Mbak Rasti berikan ini.
Sambil menjilati telingaku, tangannya menarik tanganku dan dibawanya ke toketnya, sambil membisikkan, “Remes-remes tetek Mbak dong Waann.” Aku menurutinya, dan kudengar desahan si Mbak yang membuatku semakin bergairah, sehingga remasanku pada teteknya juga semakin intens.
“Aauugghh.. Sshh.. Naahh gitu Wan.”
Kemudian diapun kembali menjilati daerah telingaku. Aku semakin terbuai dengan permainan Mbak Rasti yang ternyata sangat mengasyikkan untukku ini. Kemudian Mbak Rasti kembali menciumi bibirku, dan kami saling berpagutan. Aku jadi mengikuti permainan lidah Mbak Rasti, lidah kami saling membelit, menjilat mulut masing-masing. Kembali kurasakan tekanan tangan Mbak Rasti yang membimbing kepalaku ke leher dan telinganya. Akupun melakukan seperti yang dilakukan Mbak Rasti tadi.
Kujilati telinganya, dan dia mendesah kenikmatan. Lagi, dia menekan kepalaku untuk mencapai teteknya yang semakin mencuat pentilnya. Aku mencoba mengambil inisiatif untuk memegang vaginanya. Tangan kiriku bergerak turun untuk menyentuh bagian paling intim Mbak Rasti. Tapi Mbak Rasti menahan tanganku.
“Nanti dong Waan, sabar ya sayaanng.” Aku sudah gemetar menahan gairah yang kurasakan mendesak di sekujur tubuhku.
“Mbak, Irwan pengen Mbak.” Pintaku
“Pengen apa Waan,” tanya Mbak Rasti menggodaku
“Pengen liat itu.” kataku sambil menunjuk ke selangkangan Mbak Rasti yang masih tertutup rok merah dari bahan yang tipis.
“Pengen liat vagina Mbak?” Mbak Rasti menegaskan apa yang kuminta
“Iya Mbak.” jawabku
“Itu sih gampang, tinggal Mbak singkapin rok Mbak, udah keliatan tuh.” kata Mbak Rasti sambil
menyingkapkan roknya ke atas, sehingga terlihat celana dalamnya yang berwarna biru tua.
Dan kulihat segunduk daging di balik celana dalam biru tua itu. Aku menelan ludah dan terpaksa menahan untuk gak limbung. Sungguh luar biasa bentuk gundukan di balik celana dalam itu. Aku memang baru pertama kali melihat gundukan vagina, tapi aku yakin kalo gundukan vagina Mbak Rasti sangat montok alias tembem sekali. Dan Mbak Rasti memang sengaja ingin menggodaku, dia menahan singkapan roknya itu beberapa lama, dan saat aku ingin menyentuhnya, dia kembali menutupnya sambil tertawa menggoda.
Dan kulihat segunduk daging di balik celana dalam biru tua itu. Aku menelan ludah dan terpaksa menahan untuk gak limbung. Sungguh luar biasa bentuk gundukan di balik celana dalam itu. Aku memang baru pertama kali melihat gundukan vagina, tapi aku yakin kalo gundukan vagina Mbak Rasti sangat montok alias tembem sekali. Dan Mbak Rasti memang sengaja ingin menggodaku, dia menahan singkapan roknya itu beberapa lama, dan saat aku ingin menyentuhnya, dia kembali menutupnya sambil tertawa menggoda.
“Jangan disini dong Wan. Ntar kita digerebek lagi kalo ada yang tau.” kata Mbak Rasti sambil berdiri dan menuntun tanganku ke dalam rumahnya.
Bagai kerbau dicocok hidungnya akupun menurut saja. Aku sudah pasrah, aku ingin sekali merasakan nikmatnya Mbak Rasti. Dan yang pasti aku sudah telanjur hanyut oleh permainannya yang pandai sekali membawaku ke dalam jebakan kenikmatan permainan sorgawinya.
Mbak Rasti menuntunku ke kamarnya. Tempat tidurnya hanya berupa kasur yang diletakkan di atas karpet vinyl, tanpa tempat tidur. Kemudian Mbak Rasti mengajakku duduk di kasur. Kami masih berpegangan tangan. Mbak Rasti melumat bibirku, dan kami berpagutan kembali. Kemudian Mbak Rasti menghentikan ciuman kami. Dia menatapku dengan tajam, kemudian bertanya.
“Wan, kamu bener-bener pengen ngeliat vagina Mbak?”
Aku mengangguk, karena pertanyaan ini membuatku gak bisa menjawab. Semakin mabok rasanya. Mbak Rasti kemudian melepaskan rok dan bra yang dipakainya dan sekarang tinggal celana dalamnya saja yang masih tersisa. Kembali aku menelan ludah. Dan pandanganku terpaku pada gundukan di balik celana dalam Mbak Rasti. Betapa montoknya gundukan vagina Mbak Rasti.
Kemudian Mbak Rasti berbaring telentang, kemudian dengan gerakan perlahan, Mbak Rasti mulai menurunkan celana dalam sehingga terlepaslah sudah. Aku yang masih duduk agak jauh dari posisi vagina Mbak Rasti cuma bisa menahan gairah yang menggelegak di dalam jantung dan hatiku.
Benar saja, vagina Mbak Rasti sangat tebal, dagingnya terlihat begitu menggairahkan. Dengan bulu yang lebat, semakin membuatku gak karuan rasanya.
“Katanya pengen ngeliat, sini dong liatnya dari deket Wan,” kata Mbak Rasti
“I iya Mbak,” sahutku terbata sambil mendekatkan wajahku ke selangkangan Mbak Rasti. Dia melebarkan kedua pahanya sehingga membuka jalan bagiku untuk lebih mendekat ke vaginanya
“Niih, puas-puasin deh liatin vagina Mbak, Wan.” kata Mbak Rasti
Setelah dekat, apa yang kulihat sungguh membuatku gak kuat untuk gak gemetar. Belahan daging yang kulihat ini sangat indah, berwarna merah, bulunya lebat sekali menambah keindahan. Di bagian atas, mencuat daging kecil yang seperti menantangku untuk menjamahnya. Aromanya, sebuah aroma yang aneh, namun membuatku semakin horny.
“Udah? Cuma diliatin aja? Nggak mau nyium itil Mbak?” pancing Mbak Rasti sambil dua jari tangan kanannya menggosok-gosok daging kecil yang mencuat di bagian atas vaginanya.
“Mm.. Mmau Mbak. Mau banget.” kataku antusias. Kemudian tangan Mbak Rasti menekan kepalaku sehingga semakin dekat ke vaginanya. “Ya udah cium dong kalo gitu, itil Mbak udah nggak tahan pengen Irwan ciumin, jilatin, gigitin.”
Dan bibirkupun menyentuh itilnya, kukecup itilnya dengan nafsu yang hampir membuatku pingsan. Aroma kewanitaan Mbak Rasti semakin keras menerpa hidungku. Mbak Rasti mendesah saat bibirku menyentuh itilnya. Kemudian kejilati itilnya dengan semangat, gak hanya itilnya, tapi juga bibir vagina Mbak Rasti yang tebal itu aku jilati. Jilatanku membuat Mbak Rasti mengejang seraya mendesah dan mengerang hebat.
“Sshh.. Aarrgghh.. Gitu Waann.. Oogghh..”
Suara rintihan dan desahan Mbak Rasti membuatku semakin bergairah menjilati seluruh bagian vagina Mbak Rasti. Bahkan sekarang kumasukkan lidahku ke dalam jepitan bibir vagina Mbak Rasti. Tangan Mbak Rasti menekan kepalaku, sehingga wajahku semakin terbenam dalam selangkangan Mbak Rasti. Agak susah juga aku bernafas, tapi aku senang sekali.
Kumasukkan lidahku ke dalam lubang nikmat Mbak Rasti, kemudian ku jelajahi lorong vaginanya sejauh lidahku mampu menjangkaunya. Tiba-tiba, kurasakan lidahku seperti ada mengemut. Luar biasa, rupanya vagina Mbak Rasti membalas permainan lidahku dengan denyutan yang kurasakan seperti mengemut lidahku. Tubuh Mbak Rasti menggelinjang keras, pinggulnya berputar sehingga kepalaku ikut berputar.
Tapi itu gak menghentikan permainan lidahku di dalam jepitan daging vagina Mbak Rasti. Desahan Mbak Rasti semakin keras begitu juga dengan gerakan pinggulnya, aku semakin bersemangat menjilati, dan sesekali aku menjepit itilnya dengan kedua bibirku, dan rupanya ini sangat membuat Mbak Rasti terangsang, terbukti setiap kali aku menjepit itilnya dengan bibir, Mbak Rasti mengejang dan mendesah lebih keras.
“Sshh, aarrghhgghh, Wan, itu enak banget waan..”
Tapi, putaran pinggul Mbak Rasti terhenti, sebagai gantinya, sesekali dia menghentakkan pantatnya ke atas. Hentakan-hentakan ini membuat wajahku seperti mengangguk-angguk. Erangannya semakin keras, dan tiba-tiba dia menjerit kecil, tubuhnya mengejang, pantatnya diangkat keatas, sedangkan tangannya menekan kepalaku dengan kencang ke vaginanya. Dan kurasakan di dalam vagina Mbak Rasti ada cairan yang membanjir dan ada rasa gurih yang nikmat sekali pada lidahku.
Desahan Mbak Rasti seperti sedang menahan sakit. Tapi belakangan baru aku tahu bahwa ternyata Mbak Rasti sedang mengalami orgasme. Dan pantat Mbak Rasti berputar pelan sambil terkadang terhentak keatas, dan tubuhnya mengejang. Sementara itu, cairan yang membanjir keluar itu ada yang tertelan sedikit olehku, tapi setelah aku tahu bahwa rasanya enak, akupun menjilati sisa cairan yang masih mengalir keluar dari vagina Mbak Rasti. Mbak Rasti kembali menggeliat dan mengerang seperti orang sedang menahan sakit.
Kepalaku masih terjepit dipahanya, dan mulutkupun masih terbenam di vaginanya. Tapi aku tak peduli, aku menikmati sekali posisi ini. Dan tak ingin cepat-cepat melepaskannya. Tak lama kemudian, Mbak Rasti merenggangkan pahanya sehingga kepalaku bisa bebas lagi. Kemudian Mbak Rasti menarik tanganku. Aku mengikuti tarikannya, badanku sekarang menindih tubuhnya, kambali bibir kami berpagutan. Lidah saling belit dalam gelora nafsu kami.
Kemudian Mbak Rasti melepaskan ciumannya dan berkata, “Wan, terima kasih ya. Enak banget deh. Mbak puas. Ayo sekarang giliran Mbak.”
Mbak Rasti bangun dari tidurnya dan akupun duduk. Dia mulai membuka pakaianku dimulai dari kemejaku. Setiap kali satu kancing baju terlepas, Mbak Rasti mengecup bagian tubuhku yang terbuka. Dan saat semua kancing sudah terlepas, Mbak Rasti mulai menjilati dadaku, pentilku disedotnya. Aku merasakan sesuatu yang aneh namun membuatku semakin bernafsu. Sambil menjilati bagian atas tubuhku, tangan Mbak Rasti bekerj membuka celana panjangku dan melemparkannya ke lantai. Sekarang aku hanya tinggal mengenak celana dalam saja. Mbak Rasti menyuruhku berbaring telentang. Aku menurut.
Kemudian celana dalam ku diperosotkannya melalui kakiku, aku membantu dengan menaikkan kakiku sehingga Mbak Rasti lebih mudah melepaskan celana dalamku. Dunia seperti terbalik rasanya saat tangan Mbak Rasti mulai menggenggam k0ntolku dan mengelus serta mengocoknya perlahan.
“Lumayan juga k0ntol kamu Wan. Gede juga, keras lagi.” celetuk Mbak Rasti.
Tak membuang waktu, Mbak Rasti segera menurunkan wajahnya sehingga mulutnya menyentuh kepala k0ntolku. Dikecupnya kepala k0ntolku dengan lembut, kemudian dikeluarkannya lidahnya, mulai menjilati kepala, kemudian batang dan turun ke.. Bijiku. Semua dilakukannya sambil mengocok k0ntolku dengan gerakan halus. Lidahnya bergerak turun naik dengan lincahnya membuatku semakin gak terkendali. Aku mendesah dan mengerang merasakan kenikmatan dan sensasi yang Mbak Rasti berikan. Sungguh luar biasa permainan lidah Mbak Rasti.
Setelah beberapa lama, Mbak Rasti menghentikan lidahnya. Rupanya dia sudah merasa bahwa tingkat ereksiku sudah cukup untuk memulai permainan.
“Udah Wan, sekarang Irwan masukkin kontol Irwan ke vagina Mbak. Adduhh, Mbak udah nggak sabar pengen disiram sama perjaka. Biar Mbak awet muda Wan.” kata Mbak Rasti.
Aku tak mengerti maksud Mbak Rasti, tapi yang jelas, sekarang Mbak Rasti kembali tiduran dan menyuruhku mulai mengambil posisi di atasnya. Mbak Rasti melebarkan kedua kakinya sehingga aku bisa masuk di antara kakinya itu. Kemudian Mbak Rasti memegang k0ntolku dan mengarahkannya ke vaginanya yang sudah menanti untuk kumasuki. Mbak Rasti meletakkan k0ntolku di depan vaginanya, kemudian berkata, “Nah, sekarang teken Wan.”
Aku gak menunggu lebih lama lagi. Segera kutekan k0ntolku memasuki kegelapan vagina Mbak Rasti. Kurasakan k0ntolku seperti dijepit daging yang sangat keras namun lembut dan kenyal, agak licin tapi sekaligus juga agak seret.
“Aagghh.. Pelan dulu Wan,” pinta Mbak Rasti.
Saat kepala k0ntolku sudah masuk, Mbak Rasti menggoyangkan pinggulnya sedikit, membuatku semakin mudah untuk memasukkan seluruh k0ntolku. Dan akhirnya terbenamlah sudah k0ntolku di dalam vaginanya. Jepitannya kuat sekali, namun ada kelicinan yang membuatku merasa seperti di dalam sorga. Kemudian Mbak Rasti terdiam. DIa berkonsentrasi agaknya, karena tahu-tahu kurasakan k0ntolku seperti disedot oleh vagina Mbak Rasti. Ya ampuun, rasanya mau meledak tubuhku merasakan denyutan di vagina Mbak Rasti ini. K0ntolku seperti dijepit dan gak bisa kugerakkan. Seperti ada cincin yang mengikat k0ntolku di dalam vagina Mbak Rasti. Aku agak bingung, karena aku gak bisa bergerak sama sekali.
“Mbak, apa nih?” aku bertanya
“Enak nggak Wan?” tanya Mbak Rasti
“Iya Mbak, enak banget. Apaan tuh tadi Mbak?” aku kembali bertanya
Mbak Rasti gak menjawab, hanya tersenyum penuh kebanggaan. Kemudian Mbak Rasti melepaskan jepitan vaginanya pada k0ntolku.
“Sekarang kamu gerakin keluar masuk k0ntol kamu ya Wan.” perintah Mbak Rasti
Dan akupun mulai permainan sesungguhnya, kugerakkan k0ntolku keluar masuk di lorong kenikmatan Mbak Rasti. Setiap gerakan yang kubuat menimbulkan sensasi yang luar biasa, baik untukku maupun untuk Mbak Rasti. Mula-mula pelan saja gerakanku, tapi lama-lama, mungkin karena nafsu yang semakin besar, gerakanku semakin cepat. Dan Mbak Rasti mengimbangi gerakanku dengan putaran pinggulnya yang mengombang-ambingkan tubuhku. Putaran pinggul Mbak Rasti membuat seperti ada yang mau meledak dalam diriku.
“Hhgghh.. Oogghh.. Sshh, Waann. Kamu jago banget waann..” desah Mbak Rasti
Aku gak tahu apa maksudnya, namun pujiannya membuatku semakin memacu “motor”ku menerobos kegelapan di lorong Mbak Rasti. Kemudian Mbak menghentikan putaran pinggulnya dan melingkarkan kakinya ke kakiku sehingga kembali aku gak bisa bergerak leluasa.
“Wan, sekarang kamu diem aja, kamu rasain aja mpot ayam Mbak.” perintahnya.
Lagi, aku tak tahu apa maksudnya, namun Mbak Rasti mencium bibirku dan lidahnya mengajakku berpagutan kembali.
“Mbak udah mau keluar lagi nih wan, kita barengin ya sayang, Mbak tanggung pasti enak deh.” kata Mbak Rasti.
Tubuh Mbak Rasti diam, namun kurasakan k0ntolku seperti dijepit dan dipijit dengan lembut, benar-benar luar biasa vagina Mbak Rasti. Kembali desakan lahar dalam diriku menuntut dikeluarkan. Dan denyutan vagina Mbak Rasti terus saja mengemuti k0ntolku membuatku merem melek. Dan akhirnya aku benar-benar gak kuat menahan lahar yang mendesak itu.
“Mbakk.. Adduuhh.. Sayaa..” aku gak dapat meneruskan kata-kataku, tapi Mbak Rasti rupanya mengerti bahwa aku sudah hampir mencapai klimaksku.
“Tahan Wan, Mbak juga mau nyampe nih, Barengin ya Wan.” kata Mbak Rasti.
Aku tak peduli, karena aku gak bisa menahannya, dengan erangan panjang, aku merasakan k0ntolku mengeras dan tubuhku mengejang. Kuhunjamkan k0ntolku dalam-dalam ke vagina Mbak Rasti, dan menyemburlah lahar yang sudah mendesak dari tadi ke dalam vagina Mbak Rasti.
“Mbaaaaaaaak.. Aagghh..”
Croott… Crroott… Mbak Rastipun menjerit kecil dan tubuhnya menegang, tangannya memeluk dengan kuat. Di dalam kegelapan vagina Mbak Rasti, semprotan air maniku bercampur dengan banjirnya air mani Mbak Rasti. Aku tak bisa mengungkapkan bagaimana enaknya sensasi yang kurasakan. Pinggul Mbak Rasti bergetar, dan menghentak dengan kerasnya. Vaginanya berdenyut-denyut, enak sekali. Banyak selaki lahar yang kumuntahkan di vagina Mbak Rasti, ditambah lahar Mbak Rasti, rupanya gak mampu ditampung semuanya, sehingga sebagian meleleh keluar dari vagina Mbak Rasti dan turun ke belahan pantatnya.
Lama kami berdiam dalam posisi masih berpelukan, k0ntolku masih terbenam di vagina Mbak Rasti. Tubuh kami bersimbah peluh, nafas kami masih memburu. Kemudian, Mbak Rasti tersenyum, kemudian menciumku.
“Kamu hebat banget Wan. Baru pertama aja udah bisa bikin Mbak puas. Gimana nanti kalo udah jago.” kata Mbak Rasti
“Mbak, Ma kasih ya Mbak. Enak banget deh tadi Mbak.” Kataku
“Sama-sama Wan, Mbak juga terima kasih udah dikasih perjaka kamu. Besok mau lagi nggak?” tantang Mbak Rasti
“Mau dong Mbak, siapa yang nggak mau vagina enak kayak gini.” jawabku sambil mengecup bibirnya. Dan kamipun kembali berpagutan.
BACA SAMPAI BASAH - Kisah ini bermula saat saya mengangkat seorang pegawai baru yang bernama Nining, dia adalah orang yang supel, ceria dan memliki kesabaran mendengarkan orang lain terutama konsumen Perawakannya Tinggi, putih dan matanya “nakal”,
“Biarin” pikir saya, selama dia mampu menjualkan alat-alat medis perusahaan, dia tetap layak dipertahankan sebagai karyawan marketing yang digaji dengan baik. Walaupun kadang melihat Nining pengin banget ngerasain tubuhnya. tetapi saya tidak mau terlibat cinta dengan karyawati saya, apalagi Making Love, walaupun saya sendiri belum menikah, wibawa saya sebagai boss bisa luntur jadi bubur.
Alkisah saya memesan alat USG dua minggu yang lalu, dan kini tibalah barang pesanan senilai 450 juta tersebut dihadapan saya. USG (Ultra Sonografi) 3 dimensi berwarna. Nining tentu saja ikut terlibat dalam transaksi ini.
Siang itu setelah Nining menjemput barang pesanan tersebut dari jasa courier, sekarang dua wujud menakjubkan itu ada di depan saya. Yang satu Nining yang lain CKD-USG yang sangat istimewa itu.
Kenapa istimewa, karena kalau untuk USG bayi dalam kandungan, wajah bayi pun bisa nampak seperti foto, juga untuk USG alat-alat dalam yang lain, baik itu ginjal, jantung, pembuluh darah yang besar, maupun ovarium (=telur) dari seorang wanita.
Sempat saya telpon kepada Rumah Sakit pemesan bahwa barang pesanan mereka sudah datang, karena Direktur Medis sudah pulang. Saya telpon ke rumah beliau, dan beliau perintahkan untuk melakukan pengiriman barang jam 8 pagi besok di Rumah Sakit tempat beliau bekerja. Sambil dia pesan, agar barang yang diterima harus sudah siap dipakai dan dioperasikan.
“Mati !’ pikir saya, karena itu artinya hari ini juga saya harus merakitnya, karena alat medis elektronik yang mahal seperti ini, semua komponen dalam bentuk lepas (CKD = Completely Knock Down).
Akhirnya setelah menerima “perintah” dari pembeli, saya panggil bagian service yang Insinyur Elektro untuk mulai merangkai USG ini. Mulai sore tersebut, akhirnya dengan berdebar-debar, selesailah semua jam 12 malam. Nining tentu saja tidak boleh pulang hingga malam tersebut, karena sebagai bagian Marketing diapun akan mendapat share keuntungan 5 % dari nilai transaksi ini. Selain melayani kami dengan membuatkan kopi.
Pak Sabastian, 10 tahun lebih tua dari saya yang merakit alat ini sudah nampak kelelahan dan ikut tegang ketika saya mulai menancapkan kabel listrik. “ON”…hiduplah alat mahal ini, kami bertiga termangu-mangu didepan alat ini, selain ini untuk pertama kalinya juga perusahaan kami mendapat pesanan alat ini, juga pertama kali Pak Sebastian merakit. Tinggal kami bertiga di ruang elektrik perusahaan, semua karyawan tentu sudah pulang dan terlelap dirumah masing-masing.
Kami bertiga takjub memandangi alat yang sudah hidup tersebut, nampaknya tidak ada trouble sedikitpun, “Ayo kita coba, kita hanya punya waktu 7 jam sebelum menyerahkan barang ini” suara saya memecah keheningan
“Saya, Pak !” Pak Sebastian langsung menyahut, selain dia sudah hapal alat-alat medis kedokteran, dia juga tahu kecanggihan alat ini dan pemeriksaan yang berharga 500.000 untuk setiap kali total USG seluruh tubuh.
Dengan bersemangat Pak Sebastian melepas bajunya dan tidur dimeja kerja bagian elektronik yang sebenarnya meja ping-pong..Mulailah saya jadi ahli USG dadakan, berbekal buku manual dan seingat-ingatnya pelajaran Anatomi, saya mulai memeriksanya dengan memberinya lubricant / pelincir agar prop USG yang besar ini bisa digeser dengan mudah di badan pak Sebastian.
Dari Jantung, Lambung, Kantong Empedu, Pembuluh Darah dan Ginjal.Luar Biasa !, dari layar nampak persis seperti mata saya ada didalam badan Pak Sebastian. Saya dan Nining tertawa ketika nampak adanya batu kecil di Ginjal sebelah kiri Pak Sebastian, Pak Sebastian langsung meringis kawatir.
“Tenang saja Pak, masih kecil sekali, pakai obatpun saya harapkan bisa hilang”.
“Saya gantian, Pak” Nining ikut-ikutan muncul suaranya setelah takjub melihat percobaan saya pada pak Sebastian.
Saya mendadak bengong, selain ruang yang penuh dengan alat elektronik dan hanya ada meja pingpong ini, hanya ada Saya, Nining dan Pak Sebastian. Saya memandang Pak Sebastian, nampaknya dia mengerti kejengahan saya, “Iya, pak dicoba saja pada Nining, sekalian untuk dicoba untuk melihat telur dan rahim”, “Tapi.”kata saya.
“Sudahlah pak, dicoba daripada nanti kita diklaim nanti saya yang repot” dia menyahut “Cobalah Pak, tidak usah sungkan, biar saya pamit pulang dulu” Pak Sebastian matanya nampak serius, tapi nampak diujung bibirnya senyum kecil, pengertian sekaligus menantang saya untuk “memeriksa” Nining.
“Pamit Pak !, saya pulang dulu” , Langsung dia ngeloyor pergi, mungkin kelelahan, mungkin tidak ingin mengganggu “acara” saya dengan Nining.
Setelah Pak Sebastian tidak lagi di ruang, tinggal saya bersama Nining, “Jadi, Pak ?” suara Nining kembali muncul, saya hanya bisa mengangguk-angguk ‘Ya, silahkan”.
Tanpa ragu sedikitpun Nining melepas kancing bajunya dan membaringkan diri di meja pingpong, nampak BH Krem dan sebagian payudara yang menyembul, kulit yang putih dan sangat bersih. Aduh…”My Dick” mendadak bangkit ditengah malam !.
Mulailah saya memberikan pelincir di perutnya yang putih dan kencang, “Hi-hi-hi, dingin, pak”. ketika pelincir menetes diperutnya. Saya periksa lambung dan ginjalnya, normal semuanya. Saya tidak berani memeriksanya lebih lanjut.
“Pak, sekalian yang lain, mumpung gratis”. Saya mulai menggerakkan prop USG ke bagian tubuh atasnya, karena BHnya masih ditempat tentu saja saya tidak bisa mengarahkan prop tepat ke Jantungnya “Nining, eh.eh.”..”Oh, ini Pak” Sambil memegang BHnya ” Sebentar, Pak” dengan gaya akrobat seorang wanita, BH Nining sudah terlepas.
Nampak payudara yang sangat indah di depan saya , puting yang kencang dan bagus , payudaranya walaupun tidak besar akan tetapi kencang, nampak kenyal dan sangat proporsional kiri dan kanan. Saya mulai mengarahkan prop USG ke arah Jantungnya dengan menggesernya dari daerah perut. Nampaknya Nining menikmati geseran prop USG tersebut, kedua putingnya nampak mengeras menjulang.
Lebih gila lagi malahan sekarang dia menutup kedua matanya, sambil berdesis pelan. Saya arahkan prop USG tepat di jantungnya, dengan pembesaran 200 X, saya mulai “membaca” ruang-ruang jantungnya. Karena saya mencoba menelusuri bagian kiri dan kanan jantung, tentu saja saya harus berulang-ulang menggeser prop USG, sambil mengatakan padanya apa yang saya baca dari layar monitor.
Tak pernah sekejappun Nining membuka kedua matanya, sambil terus berdesis-desis pelan. penis sudah tidak tahan lagi, lihat keadaan seperti ini. Saat tangan kanan saya memegang dan menggeser prop USG, entah dari mana mendadak refleks tangan kiri meremas payudara kanan Nining. Saya remas-remas dan memain-mainkan pelan payudaranya.
Desis Nining makin jelas kentara, “Terus.Pak”…”Terus Pak” Nining berbisik…”Mana tahan” pikir saya. Sudah tidak ingat lagi antara boss dan karyawatinya. Saya letakkan prop USG tersebut, sekarang yang memeriksa jantungnya adalah tangan kanan saya di payudara kirinya. Saya isap-isap dan gigit-gigit pelan payudaranya. “Enak Pak.terus.terus” sambil tetap terus menutup mata..
Saya jilat-jilat dan ciumi perutnya, tangan kanan saya sekarang sudah berpindah ke arah selangkangannya yang masih terbalut rapi dengan rok. Saya elus-elus dengan halus selangkangannya, terasa lembab. “Eh.eh..eh.enak pak”…
Saya masukkan tangan saya kedalam roknya, teraba CD-nya, basah nian, kakinyapun tidak lagi sejajar seperti tadi, sekarang kakinya mementang lebar-lebar memberi kesempatan tangan saya untuk mengeksplorasi selangkangannya lebih lanjut.
Saya tarik tepi CDnya, teraba vulvanya yang sudah basah, saya gosok pelan-pelan bibir dalam memeknya. Lendir memeknya mempermudah saya untuk menggosok-gosok jari tengah saya ke memeknya, juga kelentitnya. “Ekh..ekh..ekh”..makin keras suara Nining.
“Sebentar yaa”..mendadak saya bangkit, saya segera matikan USG dan lampu ruang elektronik yang terang benderang itu dengan segera. Saya lepas segera semua baju yang saya kenakan juga CD saya. Saya sudah tidak sabar lagi. Niningpun juga tidak mau kalah, tanpa diperintahkan, langsung dia lepas semua baju, rok, dan CDnya.
Dari remang-remang penerangan dari ruang sebelah sekarang nampaklah Nining yang telanjang bulat dan menakjubkan. Bukit kewanitaannya dipayungi oleh rambut yang lebat, “Pantas, alisnyapun lebat” pikir saya. Kini saya langsung mengarahkan mulut saya ke memeknya, karena lebatnya “hutan” kewanitaannya, saya terpaksa menggunakan kedua tangan saya untuk menyibak “hutan”nya. Gantian sekarang malah Nining yang mengelus-ngelus dan memilin-milin payudaranya sendiri.
Memeknya berbau khas yang agak keras dan berasa asin, seperti keju belanda. Maklumlah, kami berdua tidak sempat mandi sejak pagi hari tadi. Tapi sudahlah mulut saya sudah dalam posisi itu. Saya jilat-jilat kelentitnya dan naik turun di bibir dalam memeknya naik – turun. “Pak, masukin.pak” Nining memohon. Tanpa perintah kedua, saya berdiri.
Saya tarik tubuh Nining ketepi meja pingpong, segera saya masukkan “tongkat naga” saya ke memeknya. “Bless…” tanpa kesulitan saya masukkan penis saya, karena lendir di memek Nining sudah membanjir, selain posisi saya yang berdiri mempermudah hal itu. Saya pegang pinggulnya, saya tarik dan dorong tubuh Nining, sesuai dengan arah laju pinggul saya yang maju mundur. “Ekh..ekh..ekh”.terus menerus suara Nining terdengar keenakan.
Setelah 10 menit mendadak tangan Nining memegang sangat keras kedua tangan saya yang sedang memegang pinggulnya ‘Maaasssss..” Nining menjerit tertahan…pada saat yang bersamaan, memek Nining berdenyut-denyut keras penis saya yang didalamnya seperti diremas-remas dengan lembut oleh memeknya. Nining orgasme hebat, pantatnya tidak lagi terletak dimeja pingpong tapi terangkat keras keatas. Rupanya dia sedang menikmati semaksimalnya orgasme dan keheningan sesaat yang timbul pada dirinya.
Setelah dia agak tenang, saya baru kembali memompanya, terasa agak kering sekarang memeknya, habis lendirnya. “Sakit, mas..sakit, mas” dia mengeluh. “Tanggung” pikir saya. Segera saya ambil pelincir USG yang tergeletak dekat kami, saya olesi kepala penis saya dan juga memek Nining, segera saya masukkan kembali penis saya kedalam memeknya, sekarang kembali licin seperti semula.
“Terus. mas, enak”…saya tetap dalam posisi semula, sekarang dengan bekal sedikit pelincir diibu jari saya, saya bantu Nining dengan menggosok-gosok kelentitnya. Kali ini, sungguh sulit saya orgasme, konsentrasi saya buyar total, setelah Nining memanggil saya dengan sebutan “Mas”, aduh saya ini boss-nya. Tapi “what the hell, what will be, will be”.
Kembali saya berusaha konsentrasi untuk mengeluarkan semua isi penis saya. Rupa-rupanya “perkosaan” saya dengan ibu jari kanan saya memakai pelincir di kelentitnya mengundang kembali orgasme Nining. Sedangkan otak saya masih berperang antara “Mas dan Pak”.
“Tahan mas.tahan.saya mau keluar lagi”..dalam hitungan menit muncullah “Maaasss.masss..masss.” dan remasan lembut memek Nining yang berdenyut-denyut di penis saya. Nining orgasme untuk kedua kalinya, tetapi tidak sehebat yang pertama, tangannya meremas keras tangan kiri saya, sedangkan tangan kanan saya masih aktif di kelentitnya.
“Rugi, kalau saya tidak orgasme” pikir saya. Segera gantian saya menutup mata, konsentrasi penuh membayangkan memeknya Sharon Stone. Saya percepat pompaan saya di selangkangannya.
“Akkkkhhhhhhhhhhh..” saya mendengus panjang, saya keluarkan semua isi peniskukememeknya, dan saya tanamkan sedalam-dalamnya “tongkat naga” saya..saya orgasme.
Saya tergeletak disamping Nining, dua manusia telanjang bulat dengan memek dan penis yang berleleran sperma.
Nining memeluk saya , dijilat-jilat pelan telinga saya “Maaf ya mas, sejak tadi malam memang saya lagi “kepengin”” Nining berbisik. “Puas mas ?, saya puas sekali”. Saya mengangguk.
“Ayo kita pulang” saya mengingatkan, jam sudah menunjukkan jam 2 malam. Segera kami berdiri dan merapikan baju, Nining kekamar mandi membersihkan sisa-sisa sperma yang berleleran di memeknya.
Saya sekarang sendirian di ruang elektronik, lampu sudah saya hidupkan kembali, sambil merokok dan menunggu Nining kembali ke ruang ini, saya termangu-mangu. “Aduh, sekarang dia panggil saya Mas, padahal saya bossnya, belum lagi kalau dia hamil”.
BACA SAMPAI BASAH - Berawal dari sepupuku yang bernama Monic sedang maen kerumahku. Kita sepupu tapi seperti teman akrab, kita sering ngobrol bebas tentang apa saja bahkan sering juga Monic menceritakan persetubuhannya denga kekasihnya dan begitu juga sebaliknya aku. Aku dan
Monic mempunyai kesamaan yaitu suka dengan yang namanya Sex
Monic memiliki bodi yang sangat indah, setiap lelaki yang meihatnya pasti akan langsung
melongo. Gimana tidak, dengan tingginya yang semampai, wajah yang cantik, kulit yang putih
bersih dan juga buah dada yang sangat montok dan bongkahan pantatnya yang sangat montok
sehingga menjulang kebelakang. Aku sendiri kalah seksi dengan sepupuku Monic tersebut.
Namun aku juga gak kalah cantik dan payudaraku juga gak kalah besar dibandingkan Monic.
Begitulah sekilas tentang diriku dan sepupuku Monic. Dan pengalaman ini ketika suatu siang
Monic sedang maen kerumahku, setelah kita ngobrolpanjang lebar,ngalor ngidul lama-lama
kita merasa bosan, lalu akhirnya kita memutuskan untuk untuk pergi kesebuah mall sekalian
mencari makan disebuah resto. Dan tak lama akhirnya kita sudah sampai disebuah resto yang
berada didalam mall yang kami kunjungi.
Deket mejaku ada seorang laki-laki, yang pasti bukan abg dan belum om-om, kutaksir usianya
30an, ganteng, kumisan dan atletis badannya, tipeku bangetz. Sodaraku berbisik,
“Ris tu ada cowok keren banget”.
“Mana”, tanyaku.
“Sebelah kanan rada kedepan, dia lagi ngliatin kita”. Aku menatap kearah yang ditunjukkan
Monic, sodaraku itu.
Si abang, sebut aja demikian, juga lagi menatap kearah kami, tatapanku amprokan dengan
tatapan matanya, dia ngangguk, akupun ngangguk dan senyum.
“Ganteng banget San”.
“Iya, aku suka banget ngeliat dia”, Monicpun menatap wajah si abang dan senyum, dibales
senyum juga.
Waktu Monic ke toliet, si abang nyamperin mejaku dan kenalan, dia nanya siapa yang bareng
aku, aku bilang Monic, dia minta nomer hp Monic, wah rupanya matanya dah kelilipan bodinya
Monic. aku kasi ja no hapeku, dan dia pamit duluan karena dah beres makannya. Ketika Monic
balik dia kecewa karena si abang dah pergi. Aku bilang.
“Di mal kan banyak lelaki ganteng yang bakalan kelilipan bodi kamu kan, satu pergi dateng
seribu”.
“Bisa ja kamu Ris”. Peristiwa itu berlalu begitu aja.
Sampe satu waktu d hapeku ada message,
“San, ini aku yang ketemu di mal waktu itu, yang di foodcourt itu”.
“Wah dari si abang rupanya”.
“Wah abang, pa kabar, Monic tunggu-tunggu kok gak da kabarnya, baru sekarang ada kabar,
sibuk banget ya bang”. Aku nyaru jadi Monic aja.
“Ketemuan lagi yuk San, berdua aja”.
“Dimana bang”.
“Di mal, di foodcourt ja, sore jam 5 bisa kan”.
“Bisa bang”.
“aku pake kemeja merah”. Sampe di foodcourt, dia belon dateng, aku duduk di meja yang
strategis yang pandangannya bisa kemana-mana, tak lama datenglah lelaki dengan pakean yang
disebutkan tadi. aku bangun dan menyambutnya. “Monicnya mana”, tampak da kekecewaan
diwajahnya, kok aku yang nongol.
“Monic dadakan sakit perut bang, diare kayanya, makanya dia nyuru aku nemuin abang, takut
abang kecewa”.
“O gitu ya, gak apa deh, kamu bisa nemenin aku”.
“Kalo gak bisa, Risma ya gak kemari lah bang”.
“Kita makan dulu yuk”.
“ayuk”, jawabku. kita brosing makanan, pesen kesukaan masing-masing, ketika aku mo bayar
makananku, si abang yang bayarin duluan.
“Lama juga ya cap cay-nya. Hhh!” keluhnya karena pesanannya gak dateng2 sedang pesananku
udah.
“Sabar saja bang, maklum malming gini pengunjungnya banyak”. Tidak berapa lama pesanannya
datang.
Dia menambahkan lada putih ke dalam capcaynya. Setelah itu dia masih minta cabe rawit
beberapa butir pada pelayan. aku tersenyum kecil.
“Biasanya orang yang kuat makan pedas nafsunya gede,” komentarku.
dia hampir tersedak mendengar candaanku. Namun kemudian dia menguasai diri, dia minum air
putih dan menjawab,
“Kalau ada sambal atau cabe memang nafsu makan jadi kuat”. aku tertawa tertahan.
Dia tersenyum sambil memandang deretan gigiku yang rapi dan gingsulku kelihatan. Dia
membalas godaanku tadi,
”Orang yang giginya gingsul kudengar juga gede nafsunya”. Gingsul itu gigi tarning yang
letaknya lebi kedepan dari deretan gigi laennya, kaya bintang sinetron jepang banyakan
juga gingsul.
Aku gak mo kalah,
“Kalo gitu abang pasti cewek dan ttm nya banyak”.
“Napa gitu”.
“Kan napsu makan dan napsu laennya gede”. Dia tertawa.
“sama dong, kamu pasti gak pernah puas cuma ma 1 lelaki kan”. Guyonan vulgar gitu
mencairkan suasana, kami jadi lebih akrab, gak nampak kekecewaan diwajahnya karena yang
dateng bukan Monic.
“Kok skarang malming Risma gak ma cowoknya, malah becanda ma aku”.
“Kan demi abang biar abang gak kecewa”.
“Gak tersalurkan ma cowoknya dong malem ini”.
“Panya yang disalurkan bang, sembako?”
“he he, kura2 dalam perahu”.
“Mana ada kura2 disimpen di perahu bang”, aku belaga pilon ja.
“kan gingsul”.
“kok?”
“iya kan kalo prempuan gingsul napsunya gede, trus malming gak ketemu cowoknya, jadi gak
tersalurkan dong napsunya”. “Kan ada abang”, sengaja aku to the point ja menyatakan kalo
aku suka ma dia,
“cocok kan penggemar cabe ketemu ma gigi gingsul, sama2 napsu gede”. tertawanya berderai.
“Bisa aja kamu, mangnya kamu mau ma aku”.
“Bangetz, sejak pertama kali ketemu Risma dah suka liat abang, tipe Risma bangetz”.
“Masak si”.
“iya, Risma tu sukanya lelaki dewasa kaya abang, macho”. Aku makin to the point aja,
“Palagi kalo napsunya gede, he he”. Dia tertawa juga.
“abang suka gak ma prempuan kaya Risma”, aku uber dia terus.
“Suka juga, kamu cantik, proporsional lagi bodinya”.
“Tapi kan gak semok kaya Monic bang”.
“iya Monic napsuin, kamu juga kok, imut tapi napsuin juga”. Wah dia dah to the point juga.
“Mau dong abang gantiin cowok Risma”.
“Hm gimana ya, gak enak lah nyrobot cewek orang laen”.
“Gak apa kok bang, cowok Risma juga klayapan tau kemana, makanya bisa ktemuan ma abang,
semua ada hikmahnya”.
“Tadi bilangnya demi aku”.
“iya demi abang dan demikian”, candaku. Dia tertawa lagi.
“Kamu asik juga ya Ris orangnya”.
“asik apanya bang”.
“Ya asik diajak bertemen, gak tau asik gak diajak bercinta”.
“Wah, gawat”.
“Kok gawat si”. “abang to the point jadi pengen neh Risma, hayo abang tanggung jawab lo”.
“Pengen paan”.
“pengen nonton”, aku tertawa.
“Yuk kita nonton, kamu beneran kan gak da cowoknya malem ini”. aku menggangguk.
Dia menggandengku menuju ke cinema yang ada di mal, kami milih filmnya,
“Risma ikut abang ja deh nonton yang mana”. Dia milih film percintaan.
“biar jadi mood bercinta ya Ris”.
“abang mo bercinta ma Risma ya”.
“Kalo kamu mau”. “Mau bang”. Kami masuk ke gedung, bole milih tempat duduk bebas, dia
milih yang agak disudut seblah atas, ternyata setelah filmnya maen, yang nonton gak
banyak, jadi kami terpisah dari pnonton yang laen.
“Risma sering ya bercinta ma cowoknya”. Aku cuma ngangguk.
“Dimana maennya”.
“ditempat kok Risma, kadan dirumah dia kalo sepi, kadang di motel kalo pengen all nite”.
“Mangnya kalo allnite maennya brapa kali”.
“Kalo dah lama gak maen, dia bisa 4 kali bang”.
“wah lemes dong”.
“bangetz bang, tapi nikmatnya juga bangetz. abang kuat brapa kali maennya bang”.
“ya segitu itu”.
“Wah asik dong, bisa abis2an tu maennya ampe lemes”. Dia memeluk pundaku, mukaku diarahkan
kemukanya dan dengan lembut dia mencium bibirku.
Lidahnya segera menerobos mulutku dan membelit lidahku. Sementara lidah kami saling
bergelut, tangannya milai mengelus2 toketku.
“Kecil ya bang”, kataku setelah bibirnya melepas bibirku, dia meremes toketku sambil
mencium telingaku, sampe aku menggelinjang.
“Segini mah gak kecil, proporsioanl, jadi gemes ni”.
“Kalo gemes ya ditemes2 trus ja bang”.
“Kamu enak ya diremes gini”.
“Suka ja bang”. Dia mencium bibirku lagi.
Dia memegang tanganku dan meletakkannya diselangkangannya. terasa ada sesuatu yang keras
banget dibalik clananya.
“Bang ngacengnya keras banget, cabenya dah kerja ya”. Dia gak menjawab malah meremas2
toketku lagi.
aku elus2 tonjolan keras diselangkangannya.
“diremes dong Ris”. Aku meremes sebisanya, terasa besar tonjolan itu.
“Abang punya besar ya”.
“besaran mana ma punya cowok kamu”.
“besaran abang punya deh”.
“Mo ngrasain?”
“Bangetz bang”.
Dia mengelus selangkanganku, aku mengangkangkan pahaku, gak bisa lebar2
karena terhalang kursi, aku duduk rada selonjor, biar pahaku bisa lebi lebar ngangkangnya.
Memekku jadi gatel dielus kasar dari luar clanaku gitu.
“dah basah ya Ris”. Aku ngangguk,
“Risma dah pengen bang”.
“Bener kan prempuan gingsul napsunya gede”.
“Abang…” lenguhku manja sambil merems tonjolan di slangakngannya dengan keras.
Gak lama kemudian film usai, lampu menyala. Segera kami memisahkan diri, bangkit dari
tempat duduk dan kluar beriringan dengan penonton laen.
“aku anterin pulang ya, ujan lagi”. Saat itu ujan deres.
“Kamu tinggal dimana”.
“Di kos bang”.
“Gak bebas dong”.
“bebas kok, Risma tinggal sendiri”.
“Mahal tu”.
“Kan dibayarin cowok Risma bang”. Kami berlari-lari di pelataran parkir menuju ke
mobilnya.
Dia membuka pintu depan sebelah kiri setelah mematikan alarm mobilnya, aku masuk dan
diapun segera masuk, baju kami basah karena hujan yang deres gitu.
“Dingin ya Ris, gak usah pasang Ac deh ya”.
“ya bang”.
“Ntar pilek lagi”. Tempat kos ku kebetluan gak jauh dari mal, sehingga kami gak lama di
mobilnya.
Mobilnya parkir persis didepan kamar kosku, segera aku membuka pintu mobil dan berlari
menembus ujan ke depan kamarku, diapun menyusul.
“Basah semuanya bang, ntar dikeringin deh pake hair dryer”.
“Kamar kamu gede banget Ris, ada ruang tamunya lagi”. Memang kamar kosku lumayan gede,
furnitur lengkap, pake Ac lagi, bayarannya juga lumayan mahal, gak peduli aku toh cowokku
yang bayarin semuanya.
Ada ruang tamu merangkap ruang makan dan pantri, dan kamar tidur + kamar mandinya. Aku
segera mengambil handuk dan hair dryer untu si abang, aku pun masuk ke kamar mandi,
melepaskan semua yang menempel dibadanku dan menggantinya dengan kaus dan celana pendek
longgar. aku melap rambutku yang basah dan kukeringkan dengan hiar dryer satu lagi biar
gak pusing.
Aku keluar dari kamar sambil membawa kaosku yang paling gede ukurannya, dia duduk di sofa
sambil melap rambutnya yang basah,
“Kok gak di hairdryer bang”.
“Gak usah, pake anduk ja cukup kok”.
“Bajunya basah semuanya tu bang. Ganti ma kaos Risma ja ya, iar gak masuk angin, gak tau
cukup gak. Kalo celena pendek gak da yang ukuran abang”. Dia melepas bajunya didepanku,
aku suka banget melihat dadana yang bidang, samar keliatan muali terbentuk sixpack
diperutnya.
“Wah abang sering fitness ya, ada sixpacknya gitu, sexy banget deh bang”. Baeknya bajuku
muat walaupun rada ketat untuknya.
“celananya basah bang, dilepas ja, pake daleman kan”. Dia senyum dan beneran melepas
celananya.
Tampak tonjolan besar di selangkangannya yang sekarang cuma tertutup celana dalam. Dia
memperhatikan toketku yang tetap terlihat membusung di balik kaus longgarku.
“Minumannya sebentar lagi ya. Airnya lagi dimasak. Termosnya pas kosong. Mau minum apa
bang?” Dia terkejut, kelamaan memperhatikan toketku.
“Ahh.. E.. E. Eeh. Susu.. Eh.. Teh susu,” sambil tergagap kata-katanya keluar begitu saja.
Namun disaat terakhir dia masih tetap bisa menguasai dirinya.
“Teh saja atau kopi. Susunya habis. Sorry,” aku tersenyum melihatnya terbata-bata kemudian
menuju ke pantri menyiapkan segelas teh panas.
Aku duduk di depannya. Dia menyeruput tehnya yang masi panas.
“Manis gak bang”.
“manis, kaya yang buat”. Aku mencibirkan bibirku.
“Jadi gak kita mau adu kekuatan cabe dengan gingsul?” tanyanya dengan bergurau.
Aku segera pindah kesebelahnya di sofa dan merapatkan kepalaku di dadanya. Diciumnya
pipiku dan aku mulai membuka kancing bajunya.
“Di kamar Risma aja yuk bang”.
“Dah gak nahan ya gingsulnya”. Aku memejamkan mata.
Bibirnya kembali memagut bibirku yang merekah. Lidahnya menerobos lagi ke mulutku dan
menggelitik lidahku. Aku menggeliat dan membalas ciumannya dengan meliukkan lidahku yang
langsung dihisapnya. Tangannya mulai menari di atas dadaku. Diremasnya toketku yang sudah
mengeras. Jarinya terus menjalar mulai dari dada, perut terus ke bawah hingga pangkal
pahanya, masi dari luar pakeanku. Aku makin menggeliat kegelian. Lidahnya sudah beraksi di
lubang telingaku dan giginya menggigit daun telingaku. Pelukan dilepas dan dia bergerak
berputar ke belakangku. Tangannya mendekap dadaku. Rambutku diciumnya. Mulutnya menggigit
tengkukku. Badanku mulai menghangat. Bibir dan hidungnya makin lancar menyelusuri kepala
dan leherku.
Aku makin menggelinjang apalagi waktu tangannya meremas toketku yang masih tertutup baju
kaus itu dari belakang. Diletakkannya mukanya dibahuku dan disapukan napasnya di
telingaku. Aku menjerit kecil menahan geli tapi malah menikmati.
Aku dipeluknya dari belakang, kami berdiri sambil pelukan dan berjalan beriringan ke arah
kamarku. Tanganku ke belakang dan meremas isi celana dalamnya yang mulai memberontak.
Setelah masuk ke dalam kamar dilepaskannya pelukannya. Aku mematikan lampu besar dan
mengantinya dengan lampu tidur. ranjang yang besar telah menanti kami. Dia merendahkan
badan dan mulai mencium dan menggigit pinggulku. Aku mendongakkan kepala dan berdesis
lirih. Dia dibelakangku berlutut dengan meneruskan aksi tangannya ke betisku, sementara
bibirnya masih bergerilya di lipatan lutut belakangku. Aku merentangkan kedua kakiku dan
bergetar meliuk-liuk. Diciumnya pahaku dan diberikan gigitan kecil.
Aku makin meliukkan badannya, napasku mulai memburu. Pada saat aku sedang menggeliat,
dihentikannya ciumannya di lututku dan dia berdiri di hadapanku. Diusapnya pantat dan
pinggulku. Kembali aku berdesis pelan. Dengan cepat langsung disapukannya bibirnya ke
leherku dan ditarik pelan-pelan ke bawah sambil menciumi dan menjilati leher mulusku. Aku
semakin merepatkan tubuhku ke dadanya. Dengan sebuah tarikan pelan aku melepas kaosnya.
Kuusap-usapnya dadanya dan kemudian Putingnya kumainkan dengan jari. Diciumnya bibirku,
aku membalas dengan lembut. Lumatannya mulai berubah menjadi lumatan ganas. Ia melepaskan
ciumannya.
Dia menyingkapkan kausku. Aku mengangkat kedua tanganku. Dengan mudah dibukanya kaosku.
Kini tangannya membuka celana pendekku. Kini kami tinggal mengenalan pakaian dalam saja.
Bra dan celana dalamku berwarna krem berpadu dengan kulitnya yang sawo matang. Braku
memang tidak penuh menutupi toketku sehingga dapat terlihat lingkaran kemerahan di sekitar
Putingku. Celana dalamku dari bahan sutra transparan sehingga padang rumput di bawah
perutku terihat membayang.
“Eehhngng, ..” aku mendesah ketika leherku dijilatinya.
Kulihat ia melirik bayangan kami di cermin dilemari yang besar. Dia mendorongku ke ranjang
dan menindih tubuhku. Tangannya bergerak punggungku membuka pengait braku. Disusurinya
bahuku dan dilepasnya tali braku bergantian. Toketku yang imut dan kencang dihiasi Puting
berwarna coklat kemerahan dan sangat keras. Digesek-gesekkannya dadanya ke Putingku.
Bibirnya yang agak tebal dengan lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku. Dia mendorong
lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku kemudian memainkan lidahku dengan menggelitik dan
memilinnya. Aku hanya sekedar mengimbangi. Sesekali gantian lidahku yang mendorong
lidahnya. Tangan kanannya memilin Putingku serta meremas toketku.
Aku menggeserkan tubuhku ke arah bagian atas tubuhnyasehingga toketku tepat berada di
depan mukanya. Segera dilumat nya toketku dengan mulutnya. Putingku diisap pelan dan
dijilati.
“Aaacchh, Ayo bang.. Lagi.. Teruskan”. aku mulai melenguh keenakan. Penisnya terasa
semakin mengeras.
Disedotnya toketku sehingga semuanya masuk ke dalam mulutnya, dihisap pelan namun dalam,
Putingku dijilat dan dimainkan dengan lidahnya. Dadaku bergerak kembang kempis dengan
cepat, detak jantungku juga meningkat, pertanda nafsuku mulai naik. Tanganku menyusup di
balik celana dalamnya, kemudian mengelus, meremas dan mengocoknya dengan lembut. Pantatnya
dinaikkan dan dengan sekali tarikan, maka celana dalamnya sudah terlepas. Kini dia sudah
dalam keadaan polos tanpa selembar benang. Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup,
menjilatinya kemudian menggigit daun telingaku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang
telingaku. Kini dia mulai menjilati Putingku. Aku semakin terbuai. Kugigit bibir bawahku
untuk menahan rangsangan ini. Kupegang pinggangnya erat-erat.
Tangannya kemudian bergerak membuka celana dalamku dan melemparkannya begitu saja.
Jembutku tidaklah lebat dan kupotong pendek. Sementara ibu jarinya mengusap dan membuka
bibir memekku, maka jari tengahnya masuk sekitar satu ruas ke dalam lubang memekku .
Diuusap dan ditekannya bagian depan dinding memekku dan jarinya sudah menemukan sebuah
tonjolan daging seperti kacang. Setiapkali dia memberikan tekanan dan kemudian mengusapnya
aku mendesis,
“Huuhh.. Aaauhh.. Engngnggnghhk”. Ia melepaskan tangannya dari selangkanganku.
Tanganku kembali diarahkan ke penisnya, bibirku terus menyusuri perutnya, semakin ke
bawah. Aku memandang sebentar kepala penisnya yang lebih besar dari batangnya dan kemudian
kukecup. Belum kukulum, hanya mengecup dan menggesekkan hidungku pada batang penisnya dan
dua buah bola yang menggantung di bawahnya. Dia hanya menahan napas setiap aku
mengecupnya.
Aku kembali bergerak ke atas, tanganku masih memegang dan mengusap penisnya yang telah
berdiri tegak. Dia menggulingkan badannya sehingga berada di atasku. Kembali kami
berciuman. toketku diremas dan Putingnya dipilin dengan jarinya sehingga aku mendesis
perlahan dengan suara di dalam hidungnya. “SShh.. Ssshh.. Ngghh..” Perlahan lahan dia
menurunkan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala penisnya kupegang, ,kemudian
kugesek-gesekkan di mulut memekku. Terasa basah banget.
Aku mengarahkan penisnya untuk masuk ke dalam memekku. Ketika sudah menyentuh lubang
memekku, dia menekan pantatnya perlahan. tapi belum bisa masuk. Aku merenggangkan kedua
pahaku dan pantat kuangkat sedikit. Kepala penisnya sudah mulai menyusup di bibir memekku.
Digesek-gesekkannya di bibir luarnya sampai terasa keras sekali dan ditekan lagi. Aku
merintih dan memohon agar dia segera memasukkannya sampai amblas.
“Ayolah bang tekan.. Dorong sekarang. Ayo”. Dia mencoba untuk memasukkannya lagi, masih
dengan bantuan tangannya, dan Blleessh.
setengah batang penisnya sudah tertelan dalam memekku.
“Ouhh.. bang,” desahku setengah berteriak. Dia bergerak naik turun. Kadang gerakan
pantatnya dibuat naik turun dan memutar sambil menunggu posisi dan waktu yang tepat. Aku
mengimbangi dengan gerakan memutar pada pinggulku. Ketika dirasakan gerakannya sudah
lancar, maka dipercepat gerakannya. aku menggeleng dan menahan pantatnya, kemudian
mengatur gerakan pantatnya dalam tempo sangat pelan. Untuk meningkatkan kenikmatan maka
meskipun pelan namun setiap gerakan pantatnya selalu penuh dan bertenaga. Akibatnya maka
keringatpun mulai menitik di pori-porinya.
“Bang. Ouhh.. Nikmat.. Ooouuhh. Abang memang betul-betul perkasa” desisku sambil menciumi
lehernya.
Kini kedua kaki kurapatkan dan dijepit dengan kedua kakinya. Penisnya hampir-hampir tidak
bisa bergerak dalam posisi ini. Tidak ada kontraksi otot memekku namun dia merasa memekku
sangat sempit menjepit penisnya. Dia menggulingkan badan lagi sampai aku menindihnya.
Kakiku keluar dari jepitan kakinya dan kembali aku yang menjepit pahanya. Dalam posisi ini
gerakan naik turunku menjadi bebas.
Kembali dia dalam posisi pasif, hanya mengimbangi dengan gerakan melawan gerakan pinggul
dan pantatku. Tanganku menekan dadanya. Dicium dan diremasnya toketku yang menggantung.
Kepalaku terangkat dan tangannya menarik rambutku kebelakang sehingga kepalaku semakin
terangkat. Setelah dia menjilat dan mengecup leherku, maka kepalaku turun kembali dan
bibirku mencari-cari bibirnya. Dia menyambut mulutku dengan satu ciuman yang dalam dan
lama.
Aku mengatur gerakanku dengan tempo pelan namun sangat intens. Pantat kuturunkan sampai
menekan pahanya sehingga penisnya terbenam dalam-dalam sampai kurasakan menyentuh dinding
rahimku. Ketika penisnya menyentuh rahimku, aku semakin menekan pantatku sehingga tubuh
kamipun semakin merapat. Aku menegakkan tubuh sehingga dalam posisi duduk setengah jongkok
di atas selangkangannya.
Aku kemudian menggerakkan pantatku maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisnya
tertelan dan bergerak ke arah perutnya. Semakin lama-semakin cepat aku mengerakkan
pantatku.
“Ouhh.. Ssshh.. Akhh!” Desisankupun semakin sering.
Aku dah hampir nyampe rasanya. Penisnya dikeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan
otot antara biji peler dan anusnya seolah-olah menahan kencing. Aku kembali merebahkan
tubuhku ke atas tubuhnya, mataku berkejap-kejap dan bola mataku memutih.
Gigiku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Akupun merasa tak tahan lagi dan,
“Bang .. Sekarang say.. Hhhuuaahh!” aku memekik kecil.
Pantatku menekan kuat sekali di atas pahanya. Dinding memekku berdenyut kuat menghisap
penisnya. Dia menahan tekanan pantatku dengan menaikkan pinggulnya. Bibirku menciuminya
dengan pagutan-pagutan ganas dan diakhiri dengan gigitan pada dadanya. Dia memeluk tubuhku
erat-erat dan ditekannya kepalaku di dadanya. Napasku yang bergemuruh kemudian disusul
napas putus-putus dan setelah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya.
aku dah nyampe. Denyutan demi denyutan dari memekku kemudian melemah. Pejunya yang muncrat
bebrarengan dengan klimaxku masuk dalam memekku sebagian tertumpah keluar lagi di atas
pahanya. Aku berguling kesampingnya sambil tangan dan mukaku tetap berada di lehernya. Dia
memberikan kecupan ringan pada bibirku, dan usapan pada pipiku.
“Terima kasih bang. Abang sungguh luar biasa. Perkasa dan romantis”. Kami masih berpelukan
sampai keringat kami mengering.
Setelah mandi dan hendak mengenakan pakaian, aku menahan tangannya yang sudah memegang
celana dalam.
“Abang tidur disini saja malam ini. Risma.. masih..”, aku tersipu-sipu dan tidak
melanjutkan perkataanku.
Malam itu kami tidur dengan telanjang dan berpelukan ditutup selimut ditemani dengan suara
rintikan hujan.
Aku tidak tahu sudah tidur berapa lama ketika kurasakan sebuah lengan melingkar di
pinggangku. Aku membuka mata mengambil arloji di atas kepalaku dan melihat sebentar.
“Hmm.. Baru jam satu, tidur lagi yuk!” kataku sambil memejamkan mata dan tangannya
memelukku kembali.
Diciumnya ketiakku dan digelitikin pinggangku. Aku menguap dan meregangkan badan.
“Ooahh, abang emang..!” Tangannya menangkap tanganku.
Didaratkan sebuah ciuman pada bibirku. Aku mengelak dan berdiri berjalan ke arah kulkas di
dalam kamarku. Mengambil air putih, meminum dan mengangsurkannya kepadanya. Dia duduk,
menyambut dan menghabiskan sisa air dalam gelas tadi. Aku masih berdiri dalam keadaan
telanjang. Dia mengamat-amati tubuhku, “kamu sexy sekali nes kalo bugil gitu”.
“semua prempuan juga sexy kalo telbul bang”. Aku duduk dipinggir ranjang, dia bangun dan
memelukku.
Bibirnya mendarat di bibirku. Kali ini ia menciumiku dengan ganasnya. Akupun membalas
dengan tak kalah ganasnya. Dia meremas toketku dengan keras. Ia mendorongku dan beberapa
saat kemudian kami sudah bergulingan di atas ranjang besar yang empuk. Dia menindih danmenjelajahi sekujur tubuhku. Aku menggeliat-geliat hebat dan mengerang. Dari dada,
lidahnya pindah ke samping menyusuri pinggul dan pinggangku, ke arah perut dan pahaku. Aku
meronta hebat penuh kenikmatan sewaktu tangannya memainkan Putingku. Tangannya ditempelkan
di bibir memekku.
“Baaang.. nikmat bangetz!” pekikku.
Bibirku naik ke leherku lagi dan menjilatinya. Elusan tangannya pada pinggang membuat aku
ia meronta kegelian. Dia menghentikan elusannya dan tangannya meremas lembut toketku dari
pangkal kemudian ke arah Puting. Dimainkan jemarinya dari bagian bawah, melingkari
gundukannya dengan usapan ringan kemudian menuju ke arah Putingku. Sampai batas Puting
sebelum menyentuhnya, dia menghentikannya dan kembali mulai lagi dari bagian bawah.
Dia menggantikan jari dengan bibirnya, tetap dengan cara yang sama disusuri toketku tanpa
berusaha mengenai Putingku. Kini aku bergerak tidak karuan. Semakin bergerak semakin
bergoyang toketku dan membuat jilatannya makin ganas mengitari gundukan mulus itu. Setelah
sebuah gigitan dia berikan di belahan toketku, bibirnya diarahkan ke Putingku, tapi
dijilatnya dulu daerah sekitarnya yang berwarna merah sehingga membikin aku penasaran dan
gemas.
“Bang.. Jangan dimaenkan gitu dong.. Isep cepetan yang,” pintaku.
Dia masih ingin mempermainkan gairahku dengan sekali jilatan halus di Putingku yang makin
mengeras itu. Aku mendorong toketku ke mulutnya, sehingga Putingnya langsung masuk, dan
mulailah dia kulum, digigit kecil serta dijilat bergantian. Tangannya berpindah dari
pinggang ke memekku yang kini menjadi basah.
Jari tengah kirinya dimasukkan ke dalam memekku dan tidak lama sudah menekan apa yang
dicarinya. Lumatan bibirnya di Putingku makin ganas. Aku berusaha mengulingkan badannya
tetapi ditahannya.
“Aaagh..”, aku memekik-mekik.
Diciuminya lagi bibir dan leherku. Penisnya makin membesar dan mengganjal di atas perutku.
Diangkatnya pantatnya sedikit dan akupun mengerti apa yang harus kulakukan. Kukocok
penisnya sampai keras sekali dan kukangkangkan pahaku lebar-lebar. Diarahkannya penisnya
ke memekku dan
“Masukin bang…Cepaat!,” pintaku sambil semakin melebarkan pahaku.
Didorongnya penisnya memasuki memekku, digerakkannya penisnya pelan-pelan dan semakin lama
semakin cepat. Memekku makin lembab, namun tidak sampai becek. Akulangsung mengerang hebat
merasakan hunjaman penisnya yang keras dan bertubi-tubi. Tanganku mencengkeram pinggulnya.
Gerakan maju-mundurnya kuimbangi dengan memutar-mutarkan pinggulku, semakin lama gerakan
kami semakin cepat. Aku semakin sering memekik dan mengerang. Tanganku kadang memukul-
mukul punggungnya. Kepalaku mendongak ketika dia menarik rambutku dengan kasar dan
kemudian dikecupnya leherku dan digigitnya bahuku.
Setelah beberapa lama aku minta untuk di atas. Dengan cepat kami berguling. Tak berapa
lama kemudian penisnya sudah terbenam di liang memekku. aku menaikturunkan pantatku dengan
posisi jongkok. Aku seperti penunggang kuda yang sedang memacu kudanya dalam lembah
kenikmatan mendaki menuju puncak. Tubuhku naik turun dengan cepat dan dia mengimbangi
dengan putaran pinggulnya, sementara toketku yang tegak menantang diremas-remas dengan
tangannya. Gerakan kami makin cepat, eranganku makin hebat. Dia duduk dan memeluk
pinggangku. Kami berciuman dalam posisi aku duduk berhadapan di pangkuannya. Dia bebas
mengeksplorasi tubuhku dengan tangan dan bibirnya.
“Aaagghh.. bang..,” teriakku.
Dia membalikkan tubuhku kebawah dan langsung digenjot dengan tempo tinggi dan menghentak-
hentak. Nafas kami semakin memburu. Dia mengganti pola gerakan. Dia cabut penisnya trus
dimasukkan kembali setengahnya. Demikianlah dia lakukan berulang-ulang sampai beberapa
hitungan dan kemudian dihempaskannya pantatnya dalam-dalam. Aku setengah terpejam sambil
mulutku tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan seperti orang yang kepedasan. Pinggulku
tidak berhenti bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan. Lubang memekku yang
memang sempit ditambah dengan gerakan memutar dari pinggulku membuat dia semakin bernafsu.
Ketika dihunjamkannya seluruh penisnya ke dalam memekku, aku pun menjerit tertahan dan
wajahku mendongak. Dia menurunkan tempo dengan membiarkan penisnya tertanam di dalam
memekku tanpa menggerakkannya. Dia mencoba memainkan otot penisnya. Terasa penisnya
mendesak dinding memekku dan sedetik kemudian ketika dia melepaskan kontraksinya,
kurasakan memekku meremas penisnya. Demikian saling berganti-ganti. Permainan kami sudah
berlangsung beberapa saat. Kedua kakiku diangkat dan ditumpangkan di pundaknya. Dengan
setengah berdiri di atas lutut dia menggenjotku. Kakiku diusap dan diciumnya lipatan
lututku. Aku mengerang dan merintih-rintih. Dia memberi isyarat kepadanya untuk menutup
permainan ini. Akupun mengangguk.
Kamipun berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan keringat kami yang bercucuran.
Gerakan demi gerakan, pekikan demi pekikan telah kami lalui. Dia semakin cepat
menggerakkan pantatnya. Aku menjambak rambutnya dan membenamkan kepalaku ke dadanya,
betisku segera menjepit erat pahanya. Badanku menggelepar-gelepar, kepalaku menggeleng ke
kiri dan ke kanan, tanganku semakin kuat menjambak rambutnya dan menekan kepalanya lebih
keras lagi. Dia pun semakin agresif memberikan kenikmatan kepada aku yang tidak henti-
hentinya menggelinjang sambil mengerang.
“Aaahh.. Ssshh.. Ssshh” Gerakan tubuhku semakin liar.
“Ouoohh nikmatnyaa.. Risma ingin segera sampai..” Dia juga merasa ada sesuatu yang
mendesak-desak di dalam penisnya ingin keluar.
“Ouuwww..!” Dia mengangkat pantatnya, berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan segera
menghunjamkan penisnya keras-keras ke dalam memekku.
Tubuhku mengejang dan jepitan kaki kuperketat, pinggulku naik menjambut penisnya. Sejenak
kemudian memancarlah pejunya di dalam memekku, diiringi oleh jeritan tertahan dari mulut
kami berdua.
“Awww.. Aduuh.. Hggkk” Kami pun terkulai lemas dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara
apapun di dalam kamar. Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra. lemes banget badanku
setelah melalui percumbuan yang sangat panjang, tapi nikmatnya bangetz.
Monic mempunyai kesamaan yaitu suka dengan yang namanya Sex
Monic memiliki bodi yang sangat indah, setiap lelaki yang meihatnya pasti akan langsung
melongo. Gimana tidak, dengan tingginya yang semampai, wajah yang cantik, kulit yang putih
bersih dan juga buah dada yang sangat montok dan bongkahan pantatnya yang sangat montok
sehingga menjulang kebelakang. Aku sendiri kalah seksi dengan sepupuku Monic tersebut.
Namun aku juga gak kalah cantik dan payudaraku juga gak kalah besar dibandingkan Monic.
Begitulah sekilas tentang diriku dan sepupuku Monic. Dan pengalaman ini ketika suatu siang
Monic sedang maen kerumahku, setelah kita ngobrolpanjang lebar,ngalor ngidul lama-lama
kita merasa bosan, lalu akhirnya kita memutuskan untuk untuk pergi kesebuah mall sekalian
mencari makan disebuah resto. Dan tak lama akhirnya kita sudah sampai disebuah resto yang
berada didalam mall yang kami kunjungi.
Deket mejaku ada seorang laki-laki, yang pasti bukan abg dan belum om-om, kutaksir usianya
30an, ganteng, kumisan dan atletis badannya, tipeku bangetz. Sodaraku berbisik,
“Ris tu ada cowok keren banget”.
“Mana”, tanyaku.
“Sebelah kanan rada kedepan, dia lagi ngliatin kita”. Aku menatap kearah yang ditunjukkan
Monic, sodaraku itu.
Si abang, sebut aja demikian, juga lagi menatap kearah kami, tatapanku amprokan dengan
tatapan matanya, dia ngangguk, akupun ngangguk dan senyum.
“Ganteng banget San”.
“Iya, aku suka banget ngeliat dia”, Monicpun menatap wajah si abang dan senyum, dibales
senyum juga.
Waktu Monic ke toliet, si abang nyamperin mejaku dan kenalan, dia nanya siapa yang bareng
aku, aku bilang Monic, dia minta nomer hp Monic, wah rupanya matanya dah kelilipan bodinya
Monic. aku kasi ja no hapeku, dan dia pamit duluan karena dah beres makannya. Ketika Monic
balik dia kecewa karena si abang dah pergi. Aku bilang.
“Di mal kan banyak lelaki ganteng yang bakalan kelilipan bodi kamu kan, satu pergi dateng
seribu”.
“Bisa ja kamu Ris”. Peristiwa itu berlalu begitu aja.
Sampe satu waktu d hapeku ada message,
“San, ini aku yang ketemu di mal waktu itu, yang di foodcourt itu”.
“Wah dari si abang rupanya”.
“Wah abang, pa kabar, Monic tunggu-tunggu kok gak da kabarnya, baru sekarang ada kabar,
sibuk banget ya bang”. Aku nyaru jadi Monic aja.
“Ketemuan lagi yuk San, berdua aja”.
“Dimana bang”.
“Di mal, di foodcourt ja, sore jam 5 bisa kan”.
“Bisa bang”.
“aku pake kemeja merah”. Sampe di foodcourt, dia belon dateng, aku duduk di meja yang
strategis yang pandangannya bisa kemana-mana, tak lama datenglah lelaki dengan pakean yang
disebutkan tadi. aku bangun dan menyambutnya. “Monicnya mana”, tampak da kekecewaan
diwajahnya, kok aku yang nongol.
“Monic dadakan sakit perut bang, diare kayanya, makanya dia nyuru aku nemuin abang, takut
abang kecewa”.
“O gitu ya, gak apa deh, kamu bisa nemenin aku”.
“Kalo gak bisa, Risma ya gak kemari lah bang”.
“Kita makan dulu yuk”.
“ayuk”, jawabku. kita brosing makanan, pesen kesukaan masing-masing, ketika aku mo bayar
makananku, si abang yang bayarin duluan.
“Lama juga ya cap cay-nya. Hhh!” keluhnya karena pesanannya gak dateng2 sedang pesananku
udah.
“Sabar saja bang, maklum malming gini pengunjungnya banyak”. Tidak berapa lama pesanannya
datang.
Dia menambahkan lada putih ke dalam capcaynya. Setelah itu dia masih minta cabe rawit
beberapa butir pada pelayan. aku tersenyum kecil.
“Biasanya orang yang kuat makan pedas nafsunya gede,” komentarku.
dia hampir tersedak mendengar candaanku. Namun kemudian dia menguasai diri, dia minum air
putih dan menjawab,
“Kalau ada sambal atau cabe memang nafsu makan jadi kuat”. aku tertawa tertahan.
Dia tersenyum sambil memandang deretan gigiku yang rapi dan gingsulku kelihatan. Dia
membalas godaanku tadi,
”Orang yang giginya gingsul kudengar juga gede nafsunya”. Gingsul itu gigi tarning yang
letaknya lebi kedepan dari deretan gigi laennya, kaya bintang sinetron jepang banyakan
juga gingsul.
Aku gak mo kalah,
“Kalo gitu abang pasti cewek dan ttm nya banyak”.
“Napa gitu”.
“Kan napsu makan dan napsu laennya gede”. Dia tertawa.
“sama dong, kamu pasti gak pernah puas cuma ma 1 lelaki kan”. Guyonan vulgar gitu
mencairkan suasana, kami jadi lebih akrab, gak nampak kekecewaan diwajahnya karena yang
dateng bukan Monic.
“Kok skarang malming Risma gak ma cowoknya, malah becanda ma aku”.
“Kan demi abang biar abang gak kecewa”.
“Gak tersalurkan ma cowoknya dong malem ini”.
“Panya yang disalurkan bang, sembako?”
“he he, kura2 dalam perahu”.
“Mana ada kura2 disimpen di perahu bang”, aku belaga pilon ja.
“kan gingsul”.
“kok?”
“iya kan kalo prempuan gingsul napsunya gede, trus malming gak ketemu cowoknya, jadi gak
tersalurkan dong napsunya”. “Kan ada abang”, sengaja aku to the point ja menyatakan kalo
aku suka ma dia,
“cocok kan penggemar cabe ketemu ma gigi gingsul, sama2 napsu gede”. tertawanya berderai.
“Bisa aja kamu, mangnya kamu mau ma aku”.
“Bangetz, sejak pertama kali ketemu Risma dah suka liat abang, tipe Risma bangetz”.
“Masak si”.
“iya, Risma tu sukanya lelaki dewasa kaya abang, macho”. Aku makin to the point aja,
“Palagi kalo napsunya gede, he he”. Dia tertawa juga.
“abang suka gak ma prempuan kaya Risma”, aku uber dia terus.
“Suka juga, kamu cantik, proporsional lagi bodinya”.
“Tapi kan gak semok kaya Monic bang”.
“iya Monic napsuin, kamu juga kok, imut tapi napsuin juga”. Wah dia dah to the point juga.
“Mau dong abang gantiin cowok Risma”.
“Hm gimana ya, gak enak lah nyrobot cewek orang laen”.
“Gak apa kok bang, cowok Risma juga klayapan tau kemana, makanya bisa ktemuan ma abang,
semua ada hikmahnya”.
“Tadi bilangnya demi aku”.
“iya demi abang dan demikian”, candaku. Dia tertawa lagi.
“Kamu asik juga ya Ris orangnya”.
“asik apanya bang”.
“Ya asik diajak bertemen, gak tau asik gak diajak bercinta”.
“Wah, gawat”.
“Kok gawat si”. “abang to the point jadi pengen neh Risma, hayo abang tanggung jawab lo”.
“Pengen paan”.
“pengen nonton”, aku tertawa.
“Yuk kita nonton, kamu beneran kan gak da cowoknya malem ini”. aku menggangguk.
Dia menggandengku menuju ke cinema yang ada di mal, kami milih filmnya,
“Risma ikut abang ja deh nonton yang mana”. Dia milih film percintaan.
“biar jadi mood bercinta ya Ris”.
“abang mo bercinta ma Risma ya”.
“Kalo kamu mau”. “Mau bang”. Kami masuk ke gedung, bole milih tempat duduk bebas, dia
milih yang agak disudut seblah atas, ternyata setelah filmnya maen, yang nonton gak
banyak, jadi kami terpisah dari pnonton yang laen.
“Risma sering ya bercinta ma cowoknya”. Aku cuma ngangguk.
“Dimana maennya”.
“ditempat kok Risma, kadan dirumah dia kalo sepi, kadang di motel kalo pengen all nite”.
“Mangnya kalo allnite maennya brapa kali”.
“Kalo dah lama gak maen, dia bisa 4 kali bang”.
“wah lemes dong”.
“bangetz bang, tapi nikmatnya juga bangetz. abang kuat brapa kali maennya bang”.
“ya segitu itu”.
“Wah asik dong, bisa abis2an tu maennya ampe lemes”. Dia memeluk pundaku, mukaku diarahkan
kemukanya dan dengan lembut dia mencium bibirku.
Lidahnya segera menerobos mulutku dan membelit lidahku. Sementara lidah kami saling
bergelut, tangannya milai mengelus2 toketku.
“Kecil ya bang”, kataku setelah bibirnya melepas bibirku, dia meremes toketku sambil
mencium telingaku, sampe aku menggelinjang.
“Segini mah gak kecil, proporsioanl, jadi gemes ni”.
“Kalo gemes ya ditemes2 trus ja bang”.
“Kamu enak ya diremes gini”.
“Suka ja bang”. Dia mencium bibirku lagi.
Dia memegang tanganku dan meletakkannya diselangkangannya. terasa ada sesuatu yang keras
banget dibalik clananya.
“Bang ngacengnya keras banget, cabenya dah kerja ya”. Dia gak menjawab malah meremas2
toketku lagi.
aku elus2 tonjolan keras diselangkangannya.
“diremes dong Ris”. Aku meremes sebisanya, terasa besar tonjolan itu.
“Abang punya besar ya”.
“besaran mana ma punya cowok kamu”.
“besaran abang punya deh”.
“Mo ngrasain?”
“Bangetz bang”.
Dia mengelus selangkanganku, aku mengangkangkan pahaku, gak bisa lebar2
karena terhalang kursi, aku duduk rada selonjor, biar pahaku bisa lebi lebar ngangkangnya.
Memekku jadi gatel dielus kasar dari luar clanaku gitu.
“dah basah ya Ris”. Aku ngangguk,
“Risma dah pengen bang”.
“Bener kan prempuan gingsul napsunya gede”.
“Abang…” lenguhku manja sambil merems tonjolan di slangakngannya dengan keras.
Gak lama kemudian film usai, lampu menyala. Segera kami memisahkan diri, bangkit dari
tempat duduk dan kluar beriringan dengan penonton laen.
“aku anterin pulang ya, ujan lagi”. Saat itu ujan deres.
“Kamu tinggal dimana”.
“Di kos bang”.
“Gak bebas dong”.
“bebas kok, Risma tinggal sendiri”.
“Mahal tu”.
“Kan dibayarin cowok Risma bang”. Kami berlari-lari di pelataran parkir menuju ke
mobilnya.
Dia membuka pintu depan sebelah kiri setelah mematikan alarm mobilnya, aku masuk dan
diapun segera masuk, baju kami basah karena hujan yang deres gitu.
“Dingin ya Ris, gak usah pasang Ac deh ya”.
“ya bang”.
“Ntar pilek lagi”. Tempat kos ku kebetluan gak jauh dari mal, sehingga kami gak lama di
mobilnya.
Mobilnya parkir persis didepan kamar kosku, segera aku membuka pintu mobil dan berlari
menembus ujan ke depan kamarku, diapun menyusul.
“Basah semuanya bang, ntar dikeringin deh pake hair dryer”.
“Kamar kamu gede banget Ris, ada ruang tamunya lagi”. Memang kamar kosku lumayan gede,
furnitur lengkap, pake Ac lagi, bayarannya juga lumayan mahal, gak peduli aku toh cowokku
yang bayarin semuanya.
Ada ruang tamu merangkap ruang makan dan pantri, dan kamar tidur + kamar mandinya. Aku
segera mengambil handuk dan hair dryer untu si abang, aku pun masuk ke kamar mandi,
melepaskan semua yang menempel dibadanku dan menggantinya dengan kaus dan celana pendek
longgar. aku melap rambutku yang basah dan kukeringkan dengan hiar dryer satu lagi biar
gak pusing.
Aku keluar dari kamar sambil membawa kaosku yang paling gede ukurannya, dia duduk di sofa
sambil melap rambutnya yang basah,
“Kok gak di hairdryer bang”.
“Gak usah, pake anduk ja cukup kok”.
“Bajunya basah semuanya tu bang. Ganti ma kaos Risma ja ya, iar gak masuk angin, gak tau
cukup gak. Kalo celena pendek gak da yang ukuran abang”. Dia melepas bajunya didepanku,
aku suka banget melihat dadana yang bidang, samar keliatan muali terbentuk sixpack
diperutnya.
“Wah abang sering fitness ya, ada sixpacknya gitu, sexy banget deh bang”. Baeknya bajuku
muat walaupun rada ketat untuknya.
“celananya basah bang, dilepas ja, pake daleman kan”. Dia senyum dan beneran melepas
celananya.
Tampak tonjolan besar di selangkangannya yang sekarang cuma tertutup celana dalam. Dia
memperhatikan toketku yang tetap terlihat membusung di balik kaus longgarku.
“Minumannya sebentar lagi ya. Airnya lagi dimasak. Termosnya pas kosong. Mau minum apa
bang?” Dia terkejut, kelamaan memperhatikan toketku.
“Ahh.. E.. E. Eeh. Susu.. Eh.. Teh susu,” sambil tergagap kata-katanya keluar begitu saja.
Namun disaat terakhir dia masih tetap bisa menguasai dirinya.
“Teh saja atau kopi. Susunya habis. Sorry,” aku tersenyum melihatnya terbata-bata kemudian
menuju ke pantri menyiapkan segelas teh panas.
Aku duduk di depannya. Dia menyeruput tehnya yang masi panas.
“Manis gak bang”.
“manis, kaya yang buat”. Aku mencibirkan bibirku.
“Jadi gak kita mau adu kekuatan cabe dengan gingsul?” tanyanya dengan bergurau.
Aku segera pindah kesebelahnya di sofa dan merapatkan kepalaku di dadanya. Diciumnya
pipiku dan aku mulai membuka kancing bajunya.
“Di kamar Risma aja yuk bang”.
“Dah gak nahan ya gingsulnya”. Aku memejamkan mata.
Bibirnya kembali memagut bibirku yang merekah. Lidahnya menerobos lagi ke mulutku dan
menggelitik lidahku. Aku menggeliat dan membalas ciumannya dengan meliukkan lidahku yang
langsung dihisapnya. Tangannya mulai menari di atas dadaku. Diremasnya toketku yang sudah
mengeras. Jarinya terus menjalar mulai dari dada, perut terus ke bawah hingga pangkal
pahanya, masi dari luar pakeanku. Aku makin menggeliat kegelian. Lidahnya sudah beraksi di
lubang telingaku dan giginya menggigit daun telingaku. Pelukan dilepas dan dia bergerak
berputar ke belakangku. Tangannya mendekap dadaku. Rambutku diciumnya. Mulutnya menggigit
tengkukku. Badanku mulai menghangat. Bibir dan hidungnya makin lancar menyelusuri kepala
dan leherku.
Aku makin menggelinjang apalagi waktu tangannya meremas toketku yang masih tertutup baju
kaus itu dari belakang. Diletakkannya mukanya dibahuku dan disapukan napasnya di
telingaku. Aku menjerit kecil menahan geli tapi malah menikmati.
Aku dipeluknya dari belakang, kami berdiri sambil pelukan dan berjalan beriringan ke arah
kamarku. Tanganku ke belakang dan meremas isi celana dalamnya yang mulai memberontak.
Setelah masuk ke dalam kamar dilepaskannya pelukannya. Aku mematikan lampu besar dan
mengantinya dengan lampu tidur. ranjang yang besar telah menanti kami. Dia merendahkan
badan dan mulai mencium dan menggigit pinggulku. Aku mendongakkan kepala dan berdesis
lirih. Dia dibelakangku berlutut dengan meneruskan aksi tangannya ke betisku, sementara
bibirnya masih bergerilya di lipatan lutut belakangku. Aku merentangkan kedua kakiku dan
bergetar meliuk-liuk. Diciumnya pahaku dan diberikan gigitan kecil.
Aku makin meliukkan badannya, napasku mulai memburu. Pada saat aku sedang menggeliat,
dihentikannya ciumannya di lututku dan dia berdiri di hadapanku. Diusapnya pantat dan
pinggulku. Kembali aku berdesis pelan. Dengan cepat langsung disapukannya bibirnya ke
leherku dan ditarik pelan-pelan ke bawah sambil menciumi dan menjilati leher mulusku. Aku
semakin merepatkan tubuhku ke dadanya. Dengan sebuah tarikan pelan aku melepas kaosnya.
Kuusap-usapnya dadanya dan kemudian Putingnya kumainkan dengan jari. Diciumnya bibirku,
aku membalas dengan lembut. Lumatannya mulai berubah menjadi lumatan ganas. Ia melepaskan
ciumannya.
Dia menyingkapkan kausku. Aku mengangkat kedua tanganku. Dengan mudah dibukanya kaosku.
Kini tangannya membuka celana pendekku. Kini kami tinggal mengenalan pakaian dalam saja.
Bra dan celana dalamku berwarna krem berpadu dengan kulitnya yang sawo matang. Braku
memang tidak penuh menutupi toketku sehingga dapat terlihat lingkaran kemerahan di sekitar
Putingku. Celana dalamku dari bahan sutra transparan sehingga padang rumput di bawah
perutku terihat membayang.
“Eehhngng, ..” aku mendesah ketika leherku dijilatinya.
Kulihat ia melirik bayangan kami di cermin dilemari yang besar. Dia mendorongku ke ranjang
dan menindih tubuhku. Tangannya bergerak punggungku membuka pengait braku. Disusurinya
bahuku dan dilepasnya tali braku bergantian. Toketku yang imut dan kencang dihiasi Puting
berwarna coklat kemerahan dan sangat keras. Digesek-gesekkannya dadanya ke Putingku.
Bibirnya yang agak tebal dengan lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku. Dia mendorong
lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku kemudian memainkan lidahku dengan menggelitik dan
memilinnya. Aku hanya sekedar mengimbangi. Sesekali gantian lidahku yang mendorong
lidahnya. Tangan kanannya memilin Putingku serta meremas toketku.
Aku menggeserkan tubuhku ke arah bagian atas tubuhnyasehingga toketku tepat berada di
depan mukanya. Segera dilumat nya toketku dengan mulutnya. Putingku diisap pelan dan
dijilati.
“Aaacchh, Ayo bang.. Lagi.. Teruskan”. aku mulai melenguh keenakan. Penisnya terasa
semakin mengeras.
Disedotnya toketku sehingga semuanya masuk ke dalam mulutnya, dihisap pelan namun dalam,
Putingku dijilat dan dimainkan dengan lidahnya. Dadaku bergerak kembang kempis dengan
cepat, detak jantungku juga meningkat, pertanda nafsuku mulai naik. Tanganku menyusup di
balik celana dalamnya, kemudian mengelus, meremas dan mengocoknya dengan lembut. Pantatnya
dinaikkan dan dengan sekali tarikan, maka celana dalamnya sudah terlepas. Kini dia sudah
dalam keadaan polos tanpa selembar benang. Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup,
menjilatinya kemudian menggigit daun telingaku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang
telingaku. Kini dia mulai menjilati Putingku. Aku semakin terbuai. Kugigit bibir bawahku
untuk menahan rangsangan ini. Kupegang pinggangnya erat-erat.
Tangannya kemudian bergerak membuka celana dalamku dan melemparkannya begitu saja.
Jembutku tidaklah lebat dan kupotong pendek. Sementara ibu jarinya mengusap dan membuka
bibir memekku, maka jari tengahnya masuk sekitar satu ruas ke dalam lubang memekku .
Diuusap dan ditekannya bagian depan dinding memekku dan jarinya sudah menemukan sebuah
tonjolan daging seperti kacang. Setiapkali dia memberikan tekanan dan kemudian mengusapnya
aku mendesis,
“Huuhh.. Aaauhh.. Engngnggnghhk”. Ia melepaskan tangannya dari selangkanganku.
Tanganku kembali diarahkan ke penisnya, bibirku terus menyusuri perutnya, semakin ke
bawah. Aku memandang sebentar kepala penisnya yang lebih besar dari batangnya dan kemudian
kukecup. Belum kukulum, hanya mengecup dan menggesekkan hidungku pada batang penisnya dan
dua buah bola yang menggantung di bawahnya. Dia hanya menahan napas setiap aku
mengecupnya.
Aku kembali bergerak ke atas, tanganku masih memegang dan mengusap penisnya yang telah
berdiri tegak. Dia menggulingkan badannya sehingga berada di atasku. Kembali kami
berciuman. toketku diremas dan Putingnya dipilin dengan jarinya sehingga aku mendesis
perlahan dengan suara di dalam hidungnya. “SShh.. Ssshh.. Ngghh..” Perlahan lahan dia
menurunkan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala penisnya kupegang, ,kemudian
kugesek-gesekkan di mulut memekku. Terasa basah banget.
Aku mengarahkan penisnya untuk masuk ke dalam memekku. Ketika sudah menyentuh lubang
memekku, dia menekan pantatnya perlahan. tapi belum bisa masuk. Aku merenggangkan kedua
pahaku dan pantat kuangkat sedikit. Kepala penisnya sudah mulai menyusup di bibir memekku.
Digesek-gesekkannya di bibir luarnya sampai terasa keras sekali dan ditekan lagi. Aku
merintih dan memohon agar dia segera memasukkannya sampai amblas.
“Ayolah bang tekan.. Dorong sekarang. Ayo”. Dia mencoba untuk memasukkannya lagi, masih
dengan bantuan tangannya, dan Blleessh.
setengah batang penisnya sudah tertelan dalam memekku.
“Ouhh.. bang,” desahku setengah berteriak. Dia bergerak naik turun. Kadang gerakan
pantatnya dibuat naik turun dan memutar sambil menunggu posisi dan waktu yang tepat. Aku
mengimbangi dengan gerakan memutar pada pinggulku. Ketika dirasakan gerakannya sudah
lancar, maka dipercepat gerakannya. aku menggeleng dan menahan pantatnya, kemudian
mengatur gerakan pantatnya dalam tempo sangat pelan. Untuk meningkatkan kenikmatan maka
meskipun pelan namun setiap gerakan pantatnya selalu penuh dan bertenaga. Akibatnya maka
keringatpun mulai menitik di pori-porinya.
“Bang. Ouhh.. Nikmat.. Ooouuhh. Abang memang betul-betul perkasa” desisku sambil menciumi
lehernya.
Kini kedua kaki kurapatkan dan dijepit dengan kedua kakinya. Penisnya hampir-hampir tidak
bisa bergerak dalam posisi ini. Tidak ada kontraksi otot memekku namun dia merasa memekku
sangat sempit menjepit penisnya. Dia menggulingkan badan lagi sampai aku menindihnya.
Kakiku keluar dari jepitan kakinya dan kembali aku yang menjepit pahanya. Dalam posisi ini
gerakan naik turunku menjadi bebas.
Kembali dia dalam posisi pasif, hanya mengimbangi dengan gerakan melawan gerakan pinggul
dan pantatku. Tanganku menekan dadanya. Dicium dan diremasnya toketku yang menggantung.
Kepalaku terangkat dan tangannya menarik rambutku kebelakang sehingga kepalaku semakin
terangkat. Setelah dia menjilat dan mengecup leherku, maka kepalaku turun kembali dan
bibirku mencari-cari bibirnya. Dia menyambut mulutku dengan satu ciuman yang dalam dan
lama.
Aku mengatur gerakanku dengan tempo pelan namun sangat intens. Pantat kuturunkan sampai
menekan pahanya sehingga penisnya terbenam dalam-dalam sampai kurasakan menyentuh dinding
rahimku. Ketika penisnya menyentuh rahimku, aku semakin menekan pantatku sehingga tubuh
kamipun semakin merapat. Aku menegakkan tubuh sehingga dalam posisi duduk setengah jongkok
di atas selangkangannya.
Aku kemudian menggerakkan pantatku maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisnya
tertelan dan bergerak ke arah perutnya. Semakin lama-semakin cepat aku mengerakkan
pantatku.
“Ouhh.. Ssshh.. Akhh!” Desisankupun semakin sering.
Aku dah hampir nyampe rasanya. Penisnya dikeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan
otot antara biji peler dan anusnya seolah-olah menahan kencing. Aku kembali merebahkan
tubuhku ke atas tubuhnya, mataku berkejap-kejap dan bola mataku memutih.
Gigiku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Akupun merasa tak tahan lagi dan,
“Bang .. Sekarang say.. Hhhuuaahh!” aku memekik kecil.
Pantatku menekan kuat sekali di atas pahanya. Dinding memekku berdenyut kuat menghisap
penisnya. Dia menahan tekanan pantatku dengan menaikkan pinggulnya. Bibirku menciuminya
dengan pagutan-pagutan ganas dan diakhiri dengan gigitan pada dadanya. Dia memeluk tubuhku
erat-erat dan ditekannya kepalaku di dadanya. Napasku yang bergemuruh kemudian disusul
napas putus-putus dan setelah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya.
aku dah nyampe. Denyutan demi denyutan dari memekku kemudian melemah. Pejunya yang muncrat
bebrarengan dengan klimaxku masuk dalam memekku sebagian tertumpah keluar lagi di atas
pahanya. Aku berguling kesampingnya sambil tangan dan mukaku tetap berada di lehernya. Dia
memberikan kecupan ringan pada bibirku, dan usapan pada pipiku.
“Terima kasih bang. Abang sungguh luar biasa. Perkasa dan romantis”. Kami masih berpelukan
sampai keringat kami mengering.
Setelah mandi dan hendak mengenakan pakaian, aku menahan tangannya yang sudah memegang
celana dalam.
“Abang tidur disini saja malam ini. Risma.. masih..”, aku tersipu-sipu dan tidak
melanjutkan perkataanku.
Malam itu kami tidur dengan telanjang dan berpelukan ditutup selimut ditemani dengan suara
rintikan hujan.
Aku tidak tahu sudah tidur berapa lama ketika kurasakan sebuah lengan melingkar di
pinggangku. Aku membuka mata mengambil arloji di atas kepalaku dan melihat sebentar.
“Hmm.. Baru jam satu, tidur lagi yuk!” kataku sambil memejamkan mata dan tangannya
memelukku kembali.
Diciumnya ketiakku dan digelitikin pinggangku. Aku menguap dan meregangkan badan.
“Ooahh, abang emang..!” Tangannya menangkap tanganku.
Didaratkan sebuah ciuman pada bibirku. Aku mengelak dan berdiri berjalan ke arah kulkas di
dalam kamarku. Mengambil air putih, meminum dan mengangsurkannya kepadanya. Dia duduk,
menyambut dan menghabiskan sisa air dalam gelas tadi. Aku masih berdiri dalam keadaan
telanjang. Dia mengamat-amati tubuhku, “kamu sexy sekali nes kalo bugil gitu”.
“semua prempuan juga sexy kalo telbul bang”. Aku duduk dipinggir ranjang, dia bangun dan
memelukku.
Bibirnya mendarat di bibirku. Kali ini ia menciumiku dengan ganasnya. Akupun membalas
dengan tak kalah ganasnya. Dia meremas toketku dengan keras. Ia mendorongku dan beberapa
saat kemudian kami sudah bergulingan di atas ranjang besar yang empuk. Dia menindih danmenjelajahi sekujur tubuhku. Aku menggeliat-geliat hebat dan mengerang. Dari dada,
lidahnya pindah ke samping menyusuri pinggul dan pinggangku, ke arah perut dan pahaku. Aku
meronta hebat penuh kenikmatan sewaktu tangannya memainkan Putingku. Tangannya ditempelkan
di bibir memekku.
“Baaang.. nikmat bangetz!” pekikku.
Bibirku naik ke leherku lagi dan menjilatinya. Elusan tangannya pada pinggang membuat aku
ia meronta kegelian. Dia menghentikan elusannya dan tangannya meremas lembut toketku dari
pangkal kemudian ke arah Puting. Dimainkan jemarinya dari bagian bawah, melingkari
gundukannya dengan usapan ringan kemudian menuju ke arah Putingku. Sampai batas Puting
sebelum menyentuhnya, dia menghentikannya dan kembali mulai lagi dari bagian bawah.
Dia menggantikan jari dengan bibirnya, tetap dengan cara yang sama disusuri toketku tanpa
berusaha mengenai Putingku. Kini aku bergerak tidak karuan. Semakin bergerak semakin
bergoyang toketku dan membuat jilatannya makin ganas mengitari gundukan mulus itu. Setelah
sebuah gigitan dia berikan di belahan toketku, bibirnya diarahkan ke Putingku, tapi
dijilatnya dulu daerah sekitarnya yang berwarna merah sehingga membikin aku penasaran dan
gemas.
“Bang.. Jangan dimaenkan gitu dong.. Isep cepetan yang,” pintaku.
Dia masih ingin mempermainkan gairahku dengan sekali jilatan halus di Putingku yang makin
mengeras itu. Aku mendorong toketku ke mulutnya, sehingga Putingnya langsung masuk, dan
mulailah dia kulum, digigit kecil serta dijilat bergantian. Tangannya berpindah dari
pinggang ke memekku yang kini menjadi basah.
Jari tengah kirinya dimasukkan ke dalam memekku dan tidak lama sudah menekan apa yang
dicarinya. Lumatan bibirnya di Putingku makin ganas. Aku berusaha mengulingkan badannya
tetapi ditahannya.
“Aaagh..”, aku memekik-mekik.
Diciuminya lagi bibir dan leherku. Penisnya makin membesar dan mengganjal di atas perutku.
Diangkatnya pantatnya sedikit dan akupun mengerti apa yang harus kulakukan. Kukocok
penisnya sampai keras sekali dan kukangkangkan pahaku lebar-lebar. Diarahkannya penisnya
ke memekku dan
“Masukin bang…Cepaat!,” pintaku sambil semakin melebarkan pahaku.
Didorongnya penisnya memasuki memekku, digerakkannya penisnya pelan-pelan dan semakin lama
semakin cepat. Memekku makin lembab, namun tidak sampai becek. Akulangsung mengerang hebat
merasakan hunjaman penisnya yang keras dan bertubi-tubi. Tanganku mencengkeram pinggulnya.
Gerakan maju-mundurnya kuimbangi dengan memutar-mutarkan pinggulku, semakin lama gerakan
kami semakin cepat. Aku semakin sering memekik dan mengerang. Tanganku kadang memukul-
mukul punggungnya. Kepalaku mendongak ketika dia menarik rambutku dengan kasar dan
kemudian dikecupnya leherku dan digigitnya bahuku.
Setelah beberapa lama aku minta untuk di atas. Dengan cepat kami berguling. Tak berapa
lama kemudian penisnya sudah terbenam di liang memekku. aku menaikturunkan pantatku dengan
posisi jongkok. Aku seperti penunggang kuda yang sedang memacu kudanya dalam lembah
kenikmatan mendaki menuju puncak. Tubuhku naik turun dengan cepat dan dia mengimbangi
dengan putaran pinggulnya, sementara toketku yang tegak menantang diremas-remas dengan
tangannya. Gerakan kami makin cepat, eranganku makin hebat. Dia duduk dan memeluk
pinggangku. Kami berciuman dalam posisi aku duduk berhadapan di pangkuannya. Dia bebas
mengeksplorasi tubuhku dengan tangan dan bibirnya.
“Aaagghh.. bang..,” teriakku.
Dia membalikkan tubuhku kebawah dan langsung digenjot dengan tempo tinggi dan menghentak-
hentak. Nafas kami semakin memburu. Dia mengganti pola gerakan. Dia cabut penisnya trus
dimasukkan kembali setengahnya. Demikianlah dia lakukan berulang-ulang sampai beberapa
hitungan dan kemudian dihempaskannya pantatnya dalam-dalam. Aku setengah terpejam sambil
mulutku tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan seperti orang yang kepedasan. Pinggulku
tidak berhenti bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan. Lubang memekku yang
memang sempit ditambah dengan gerakan memutar dari pinggulku membuat dia semakin bernafsu.
Ketika dihunjamkannya seluruh penisnya ke dalam memekku, aku pun menjerit tertahan dan
wajahku mendongak. Dia menurunkan tempo dengan membiarkan penisnya tertanam di dalam
memekku tanpa menggerakkannya. Dia mencoba memainkan otot penisnya. Terasa penisnya
mendesak dinding memekku dan sedetik kemudian ketika dia melepaskan kontraksinya,
kurasakan memekku meremas penisnya. Demikian saling berganti-ganti. Permainan kami sudah
berlangsung beberapa saat. Kedua kakiku diangkat dan ditumpangkan di pundaknya. Dengan
setengah berdiri di atas lutut dia menggenjotku. Kakiku diusap dan diciumnya lipatan
lututku. Aku mengerang dan merintih-rintih. Dia memberi isyarat kepadanya untuk menutup
permainan ini. Akupun mengangguk.
Kamipun berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan keringat kami yang bercucuran.
Gerakan demi gerakan, pekikan demi pekikan telah kami lalui. Dia semakin cepat
menggerakkan pantatnya. Aku menjambak rambutnya dan membenamkan kepalaku ke dadanya,
betisku segera menjepit erat pahanya. Badanku menggelepar-gelepar, kepalaku menggeleng ke
kiri dan ke kanan, tanganku semakin kuat menjambak rambutnya dan menekan kepalanya lebih
keras lagi. Dia pun semakin agresif memberikan kenikmatan kepada aku yang tidak henti-
hentinya menggelinjang sambil mengerang.
“Aaahh.. Ssshh.. Ssshh” Gerakan tubuhku semakin liar.
“Ouoohh nikmatnyaa.. Risma ingin segera sampai..” Dia juga merasa ada sesuatu yang
mendesak-desak di dalam penisnya ingin keluar.
“Ouuwww..!” Dia mengangkat pantatnya, berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan segera
menghunjamkan penisnya keras-keras ke dalam memekku.
Tubuhku mengejang dan jepitan kaki kuperketat, pinggulku naik menjambut penisnya. Sejenak
kemudian memancarlah pejunya di dalam memekku, diiringi oleh jeritan tertahan dari mulut
kami berdua.
“Awww.. Aduuh.. Hggkk” Kami pun terkulai lemas dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara
apapun di dalam kamar. Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra. lemes banget badanku
setelah melalui percumbuan yang sangat panjang, tapi nikmatnya bangetz.
BACA SAMPAI BASAH - Awal cerita, aku berkenalan dengan seorang cowok sebut saja Hendrik. Kebetulan Hendrik satu kantor denganku dan dia adalah manager saya. Sejak perkenalan itu, akhirnya kami semakin akrab dan akhirnya bersahabat. Itu karena kami mempunyai banyak persamaan pada diri masing-masing. Kami suka clubbing (dugem). Setiap malam minggu kami selalu menghabiskan waktu untuk dugem bersama cewek kami masing-masing. Yah, double date begitulah. Hendrik termasuk keluarga orang berada. Itu terlihat dari rumahnya yang megah dan beberapa mobil mewah yang nongkrong di garasinya. Maklumlah, orang tuanya pengusaha furniture antik untuk dikirim keluar negeri tapi dia lebih suka bekerja di luar daripada membantu orang tuanya.
Pertama kali aku main ke rumahnya, aku dikenalkan kepada Mamanya (kebetulan waktu itu Papanya nggak ada karena pergi ke Yogya untuk mencari barang-barang antik).
“Ma, kenalin ini teman kerja Hendrik, Namanya Jack”, kata Hendrik sambil memeluk pinggang Mamanya.
“Saya Jack, Tante”, ujarku.
Ibunya berkata, “Merry. Panggil saja Tante Merry. Silakan duduk”.
“Makasih Tante”. Wow, halus banget tangannya.. Rajin pedicure nih.
Setelah aku duduk, Hendrik berkata, “Jack, kamu ngobrol dulu sama mamaku. Aku mau mandi dulu. Gerah nih abis mancing. Kalo kamu pengen mandi juga, pake aja kamar mandi di kamarku. Aku mandi di atas. OK?”
“Gak deh, nanggung ntar juga pulang”, jawabku.
Posisi dudukku dengan Mamanya berseberangan di sofa antara meja kaca. Gila!, aku nggak nyangka Mamanya sexy banget.. Sebagai gambaran buat para pembaca, umurnya kira-kira 41 tahun, wajahnya cantik keibuan, kulitnya putih bersih dengan rambut ikal sebahu, postur tubuhnya ideal tidak terlalu gemuk. Ukuran payudaranya kira-kira 36B, bentuknya bulat pula. Enak banget nih kalo diisep, pikirku.
Memecah sepi, iseng-iseng aku bertanya, “Oom kemana Tante?”, padahal aku sudah tahu dari Hendrik kalau Papanya sedang ke Yogya.
“Kebetulan Oom pergi ke Yogya lagi cari barang-barang antik. Soalnya ada pesanan dari Malaysia. Mungkin sebulan lagi urusannya selesai. Sekarang cari barang-barang antik agak susah. Nggak kayak dulu”, jawabnya.
“Jack satu kantor sama Hendrik?”, tanyanya lagi.
“Iya Tante, tapi Hendrik manager saya sedangkan saya bagian marketing. Kebetulan saya sama Hendrik suka mancing. Jadi sering ngumpul”, jawabku.
“Oo.. Begitu”
“Tante mau nanya nih, teman Jack ada yang punya barang antik nggak?”
“Wah, kalo itu saya kurang tau Tante. Tapi mungkin nanti saya bisa tanya ke teman-teman”
“OK. Tante ngerti. Gini aja, seandainya ada teman kamu yang punya barang antik, telepon Tante ke nomor ini.. (sambil memberikan sebuah kartu nama lengkap dengan nomor HP) nanti kamu pasti dapat komisi dari Tante, gimana?”
“Siip deh Tante..”, wah, lumayan nih bisnis kecil-kecilan.
Setelah berbasa-basi, Hendrik datang sambil berkata..
“Keliatannya seru, lagi ngobrolin apaan nih?”
“Ini.. Mama lagi ngomongin bisnis sama Jack. Gimana? Udah segeran?”
“Udah dong Ma..”
“Ntar sore anterin Mama belanja ke Club Store ya.. Stok di kulkas sudah mulai habis tuh. Jack ikut?”
“Nggak deh Tante. Makasih. Soalnya banyak tugas yang belum selesai dikerjain. Lagian saya belum mandi”
“Ok, deh Drik, aku pulang dulu udah sore nih”, jam di tanganku menunjukan angka 6:10 menit.
“Ok hati-hati Jack.. Sampai ketemu besok di kantor”
“Permisi Tante”
“Iya.. hati-hati ya Jack.. Inget telepon Tante kalo ada barang antik OK?”
Setelah aku start motorku, aku langsung pulang. Sesampainya di rumah aku langsung mandi karena badan rasanya lengket semua.
Sejak saat itu aku sering membayangkan Tante Merry, walaupun aku sudah punya cewek yang sering kuentot. Terkadang aku ngentot cewekku tapi aku membayangkan sedang ngentot Tante Merry. Sampai colipun aku tetap membayangkan dia. Puas rasanya. Walaupun aku merasa sedikit berdosa sama Hendrik. Ternyata nafsu mengalahkan segalanya. Aku juga termasuk orang yang pandai menyembunyikan sesuatu.
Selang empat hari dari perkenalan itu, aku tidak melihat Hendrik di kantor. Untuk mencari tahu, aku telepon Hendrik ke HP-nya.
“Drik, kamu hari ini nggak masuk kenapa? Sakit atau ngentot?”, candaku.
“Gila kamu ngatain aku ngentot.. Aku lagi dalam perjalanan ke Yogya nih. Sorry aku nggak sempat ngasih tau kamu. Buru-buru sih”, jawabnya dari seberang telepon.
“Ngapain kamu ke Yogya?”, tanyaku lagi.
“Kemarin malam Papaku nelpon, aku disuruh bawain laptop yang isinya katalog. Buku katalog yang dia bawa kurang lengkap”
“Ngapain susah-susah. Paketin aja kan beres?”
“Wah, resiko Jack. Lagian sekalian aku liburan di sini. Yah, sambil cari memek barulah.. Rugi dong aku udah minta cuti 2 minggu cuma buat jalan-jalan”
“Nggak ngajak-ngajak malah bikin ngiler aja”
“Sorry banget Jack.. Hahahaha..” setelah itu telepon ditutup. Sialan, pikirku.
Bengong di kantor.. Tiba-tiba terbayang lagi Tante Merry. Aku ada akal nih.. Semoga berhasil. Iseng-iseng aku SMS ke nomor HP Tante Merry, pura-pura menanyakan Hendrik. Isi SMS nya begini, “Tante, ini Jack. Hendrik kok ga msk kantor? Sakit ya? Tadi saya tlp ke hpnya tp ga nyambung2″
Setelah beberapa detik SMS terkirim, HP-ku berdering.. Kulihat nomornya, ternyata dari no telepon rumah Hendrik. Yes! Teriakku dalam hati. Tanpa basa-basi, langsung aku angkat.
“Hallo..” ucapku.
“Hallo, ini Jack?”
“Iya.. Ini Tante Merry ya?”
“Lho kok tau?”
“Nomor telepon rumah Tante tercatat di sini. Hendrik sakit ya Tante?”
“Lho, kamu nggak dikasih tau sama Hendrik kalo dia ke Yogya?”
“Hah, ke Yogya? (aku pura-pura kaget) Yang bener Tante. Kapan berangkatnya?”
“Kamu kok kaget banget sih. Berangkatnya tadi pagi banget sama Rudy. (Rudy bekerja sebagai asisten Papanya) Mungkin karena buru-buru jadi nggak sempat ngasih tau Jack”.
“Kira-kira kapan pulangnya Tante?”
“Yah, mungkin 2 minggu lagi. Sekalian refreshing katanya”.
“Wah, kasihan yah Tante jadi kesepian..”
“Iya nih.. Jack ke sini dong. Temenin Tante ngobrol. Itu juga kalo Jack nggak sibuk.”
Horee!! Sorakku dalam hati. Kesempatan emas nih.. Gak boleh disia-siakan.
“Hmm, gimana ya..(pura-pura berpikir) OK deh Tante. Lagian saya nggak sibuk ini. Jam berapa Tante? Sekalian saya mau belajar bisnis sama Tante”.
“Bener nih Jack nggak sibuk? Kalo Jack mau, dateng aja jam 6 sore. Gimana?”
“OK Sampai ketemu nanti. Saya urus kerjaan dulu”.
“OK Tante tunggu ya.. Bye..”
Setelah menutup telepon aku bergegas pulang dan mandi. Karena waktu sudah menunjukkan angka 4:55 menit. Jam 5:50 menit aku sudah sampai di rumahnya. Di pintu gerbang, ternyata aku sudah disambut oleh seorang pembantu. Pembantu itu bertanya..
“Mas Jacky, ya?”
“Iya. Kok Mbak tau?”
“Tadi Ibu bilang kalo ada tamu yang namanya Jack suruh masuk aja. Gitu. Ayo silakan masuk Mas”.
“Terima kasih Mbak”.
“Sama-sama”
Begitu masuk, langsung kuparkirkan motorku di garasi berjejer dengan mobilnya. Lalu aku melangkah menuju ruang tamu. Tante Merry sudah duduk di sofa.
“Sore, Tante.. (aku sempat kaget begitu lihat Tante Merry yang sedang mengenakan pakaian senam dan keringat membercak di antara belahan payudaranya. Apalagi putingnya terlihat menonjol karena tidak pakai BH. Bentuknya masih mengkal, jadi gemas liatnya. Sesekali aku menelan ludah karenanya).
“Ayo, masuk aja Jack. Silakan duduk. Sorry Tante masih keringatan. Jangan malu-malu. Anggap aja rumah sendiri. Ternyata kamu tepat waktu. Tante suka orang yang selalu tepat waktu”.
“Kebetulan aja Tante..”
“Jack, Tante bisa minta tolong nggak?”
“Tolongin apa Tante?”
“Tolong pijatin kaki Tante ya.. Sebentar aja. Tadi Tante aerobik nggak pemanasan dulu jadinya kaki Tante kram”.
“Boleh deh. Tapi saya nggak jago pijat lho Tan”.
Tanpa berkata apa-apa, Tante Merry merebahkan tubuhnya di sofa dan memejamkan matanya kemudian kakinya diletakkan di atas pahaku. Dia sengaja melebarkan sedikit kakinya sehingga aku dapat melihat bulu-bulu memeknya yang terjepit di antara selangkangannya. Kontolku sedikit mengeras dibuatnya, ditambah bau keringat bercampur bau memek yang khas. Oh.. Aromanya semakin terasa..
Pagi itu aku pulang sekolah lebih awal, karena memang minggu ini kami menjalani ujian semester 2 untuk kenaikan kelas 3 SMU. Sesampai dirumah nampak sebuah mobil sedan putih parkir didepan rumah. Siapa ya ? dalam hatiku bertanya.
Padahal mama hari ini jadwalnya tennis. Untuk menghilangkan penasaranku segera kumasuki rumah. Ternyata di ruang tamu ada mama yang sedang berbincang dengan tamunya. Mama masih menggunakan pakaian olah raganya, sedangkan tamu itu masih berpakaian kerja dan berdasi.
“Sudah pulang sekolahnya ya sayang” Tanya mama padaku.
“Oh iya, ini perkenalkan om Ari relasi bisnis papamu, kebetulan pulang tennis tadi ketemu, jadi mama diantar pulang sekalian”. Kami saling berjabat tangan untuk berkenalan. Mereka kutinggalkan masuk kekamarku untuk berganti baju seragam sekolah.
Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakakku perempuan melanjutkan sekolah SMU-nya di kota “M” dan tingalnya indekost disana. Alasannya karena mutu sekolahnya lebih baik dari yang ada dikotaku ( padahal daripada tidak naik kelas dan jadi satu kelas denganku ). Jadi tinggal aku sendirian yg menemani mamaku, karena papa sering pergi ke luar kota untuk melakukan kegiatan bisnisnya.
“Indra, tolong kesini sebentar sayang.” tiba-tiba terdengar suara mama memanggilku. “Ya ma !” aku segera beranjak untuk menemui mama di ruang tamu.
“Om Ari mau minta tolong di belikan rokok ke warung sayang” pinta mama. Aku segera mengambil uang dan beranjak pergi ke warung untuk beli rokok. Sepulangnya dari warung tidak kutemui mama maupun om Ari di ruang tamu, padahal mobil om Ari masih parkir di depan rumah. Rokok kuletakkan di meja tamu lalu kutinggalkan kembali ke kamarku.
Melewati kamar mama nampak pintu sedikit terbuka. Dengan rasa penasaran kuintip melalui celah pintu yang terbuka tadi. Didalam kamar nampak pemandangan yang membuat jantungku berdegup kencang dan membuatku sering menelan ludah. Nampak mama yang telanjang bulat tidur di atas ranjang dengan om ari menindih dan mengulum payudara mama tanpa menggunakan celana lagi. Dengan gerakan teratur naik turun menyetubuhi mamaku. Sambil mengerang dan meggeleng ke kiri dan kekanan, nampak mamaku menikmati puncak dari birahinya. Tak lama kemudian nampak om Ari mengejang dan rubuh diatas pelukan mama. Mungkin sudah mengalami orgasme. Tanpa sengaja dengan wajah kelelahan mama melihat kearah pintu tempat aku mengintip dan mebiarkan aku berlalu untuk kembali ke kamarku.
Sesampainya di dalam kamar pikiranku berkecamuk membayangkan pemandangan yang baru kulihat tadi. Takterasa tanganku melakukan aktifitas di penisku hingga mengeluarkan cairan yang membuatku merasakan kenikmatan sampai aku tertidur dengan pulas.
Malam harinya aku belajar untuk persiapan ujian besok pagi. Tiba tiba pintu kamar terbuka.
“Sedang belajar ya sayang” nampak mama masuk kekamarku menggunakan daster tidur.
“Iya ma, untuk persiapan ujian besok pagi” mamaku duduk di ranjangku yang letaknya dibelakang meja belajarku.
“Kamu marah sama mama ya ?” tiba tiba mama memecahkan keheningan.
“Kenapa harus marah ma ?” tanyaku heran.
“Karena kamu sudah melihat apa yang mama lakukan dengan om ari siang tadi”.
“Enggak ma, memangnya om Ari telah menyakiti mama ?” aku balik bertanya.
“Enggak, malah om Ari telah memberikan apa yang selama ini tidak mama dapatkan dari papamu. Papamu kan sering keluar kota, bahkan mama dengar papamu punya istri muda lagi.”
“Kenapa mama diam saja ?” tayaku.
“Yang penting bagi mama segala keperluan kita terpenuhi, mama tidak akan mempermasalahkan itu.”
“Kamu mau membantu mama sayang ?” tiba tiba mama memelukku dari belakang. Dapat kurasakan payudaranya yang ukurannya sedang menempel di punggungku.
“Menolong apa ma ?” jawabku dengan suara bergetar dan sesekali menelan ludah.
“Memberikan apa yang selama ini tidak mama dapatkan dari papamu.”
“Tapi, aku kan anakmu?”
“Kamu kan laki-laki juga, jadi kalau kita sedang melakukannya jangan berpikir kalau kita ini adalah ibu dan anak.” sambil berkata begitu tiba tiba mamaku sudah memegang batang penisku yang sudah menegang dari tadi.
“Wow, ternyata punyamu besar juga ya” goda mamaku, aku jadi tersipu malu.
Tiba tiba mamaku mengeluarkan penisku dari celana pendek yang kupakai, kepalanya mendekati penisku dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Sambil mengocok ngocok dan memainkan lidahnya di ujung penisku. Kurasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan, tiba tiba “crot…crot. .” keluar cairan kenikmatan yang langsung ditampung mulut mama.
“Yah, sudah keluar deh, padahal mama belum kebagian” kata mamaku sambil menelan cairan sperma yang ada dalam mulutnya. Aku jadi malu sendiri, maklum yang pertama kali kulakukan.
“Pindah ke ranjang yuk” ajak mamaku sambil berdiri menuju ranjangku. Aku ngikut aja bagai kerbau yang dicocok hidungnya. Mamaku tidur terlentang diatas ranjang masih menggunakan dasternya. Ketika kakinya diangkat agak ditekuk tampak mem*k mamaku yang dikelilingi bulu halus itu terbuka. Ternyata mamaku tidak memakai celana dalam dibalik dasternya. Membuat dadaku jadi berdebar debar melihat pemandangan yang indah itu.
“Ayo kesini!” kata mamaku sambil menarik turun celana kolor yang aku pakai. Dasar si kecilku nggak bisa melihat barang aneh, langsung terbangun lagi.
“Nah, itu sudah bangun lagi.” seru mamaku. Kudekati bagian pangkal paha mamaku, tercium olehku aroma yang keluar dari mem*k mamaku yang membuaku makin terangsang. Sambil perlahan kusibak belahan lobang kenikmatan yang didalamnya berwarna merah jambu itu. Kujilat cairan yang keluar dari dalamnya, nikmat rasanya.
“Teruskan indra, jilati bagian itu” lenguh mamaku yang merasakan kenikmatan. Kujilat dan terus kuhisap cairan yang keluar sampai tak bersisa. Setelah sekian lama bermain didaerah vagina mamaku, kuangkat kepalaku dari jepitan paha mamaku. Kulihat mamaku sudah tergolek tanpa selembar benangpun yang menutupi tubuhnya. Mungkin waktu asyik bermain dibawah tadi, mamaku mulepaskan daster yang dikenakannya. Kubuka kaos yang sedang kupakai, sehingga kami sama-sama dalam keadaan telanjang bulat. Kudekati tubuh mamaku sambil perlahan lahan kutindih sambil menghujani ciuman ke bibir mamaku. Kami berciuman sambil memainkan payudara mamaku, kuremas remas dan kupuntir puting payudara yang dulu menjadi sumber makananku pada waktu masih bayi. Tangan mamaku sudah memegang batang penisku dan dibimbingnya kearah lobang kenikmatannya yang sudah basah.
“Tekan sayang…” pinta mamaku. Dengan ragu-ragu kutekan penisku dan bless menancap masuk ke lobang vagina mamaku yang sudah licin.
Oh..nikmatnya, sambil kutarik keluar masuk kedalam lobang kenikmatan itu. Desahan napas mamaku semakin membuat aku terpacu untuk mempercepat irama pemompaan batang penisku kedalam lobang kenikmatan mamaku. Tak lama kemudian…
“Oh, aku sudah sampai sayang, kamu benar benar hebat”.
Terasa lobang kenikmatan mamaku bertambah basah oleh cairan yang keluar dari dalam dan menimbulkan bunyi yang khas seirama keluar masuknya batang penisku. Tiba-tiba mama mencabut batang penisku, padahal sedang keras-kerasnya.
“Sebentar ya sayang, biar ku lap dulu lobangya, sambil kita rubah posisi.”
Disuruhya aku telentang dengan batang penis yang tegak hampir menyentuh pusarku. Mamaku jongkok tepat diatas batang penisku. Sambil membimbing batang penisku memasuki lobang kenikmatan yang sudah mongering karena di lap dengan ujung kain daster, ditekannya pantat mamaku hingga bless, kembali si kecilku memasuki goa kenikmatan mamaku, meskipun agak seret tapi rasanya lebih enak, sambil perlahan lahan diangkatnya naik turun pantat mamaku, yang membuat aku jadi tambah merem melek. Lama kelamaan jadi tambah licin dan membuat semakin lancarnya batang penisku untuk keluar masuk. Semakin cepat irama naik turunya pantat mamaku, tiba tiba tanganya mencengkeram kuat dadaku dan…
“Aku sudah sampai lagi sayang” desah mamaku. Tubuhnya melemah dan menghentikan irama naik turun pantatnya. Tubuhnya mengelosor telentang disampingku, dan membiarkan batang penisku masih tegak berdiri. ” Aku sudah tidak sanggup lagi sayang, terseah mau kamu apain saja ” kata mamaku pelan. Aku hadapkan mamaku kekiri, sambil kuangkat kaki kanannya hingga nampak tonjolan lobang vaginanya mulai terbuka. Kumasukkan batang penisku lewat belakang sambil perlahan lahan ku pompa keluar masuk kedalamnya. Irama pemompaanku makin lama makin kupercepat sampai akhirnya tubuhku mengejang hendak mengeluarkan peluru cairan dari lobang penisku, dan crot…crot…crot muntahlah lahar dari lobang penisku. Bersamaan dengan itu mamaku mengerang lemah ” Oh sayang, aku keluar lagi “. Batang peniskupun melemah, dan keluar dengan sendirinya dari lobang petualangan. Kamipun tertidur pulas dalam keadan telanjang bulat sambil berpelukan ( kaya telletubis aja ).
Pagi harinya aku terbangun dengan keadaan segar, mamaku sudah tidak ada disampingku. Ku ambil handuk dan kulilitkan menutupi kemaluanku menuju ke kamar mandi. Di ruang makan aku berpapasan dengan mama yang sudah segar bugar habis mandi. Kudekati mamaku dan kucium pipinya dengan mesra, aroma sabun mandi tercium dari tubuh mamaku. ” Semalam kamu hebat sayang, untuk itu mama siapkan telor setengah matang dan susu hangat untuk memulihkan lagi staminamu ” bisik mamaku lembut. Sambil duduk dengan hanya dililit oleh handuk kuminum susu hangat dan kumakan dua butir telur setengah matang dengan kububuhi merica bubuk dan garam. Mamaku mendampingiku berdiri disampingku, karena tercium aroma segar sabun mandi membuat birahiku jadi naik. Perlahan lahan batang penisku berdiri menyibak lilitan handuk yang menutupinya. Mamaku terseyum melihat kejadian itu, sambil dipegangnya batang penisku berbisik ” Nanti siang aja sepulang kamu dari sekolah kita lakukan lagi “. Dengan kecewa aku beranjak menuju kamar mandi untuk bersiap siap ujian semester di hari terakhir. Tak sabar rasanya untuk segera menyelesaikan ujian hari ini, agar bisa berpetualang penuh kenikmatan
Pertama kali aku main ke rumahnya, aku dikenalkan kepada Mamanya (kebetulan waktu itu Papanya nggak ada karena pergi ke Yogya untuk mencari barang-barang antik).
“Ma, kenalin ini teman kerja Hendrik, Namanya Jack”, kata Hendrik sambil memeluk pinggang Mamanya.
“Saya Jack, Tante”, ujarku.
Ibunya berkata, “Merry. Panggil saja Tante Merry. Silakan duduk”.
“Makasih Tante”. Wow, halus banget tangannya.. Rajin pedicure nih.
Setelah aku duduk, Hendrik berkata, “Jack, kamu ngobrol dulu sama mamaku. Aku mau mandi dulu. Gerah nih abis mancing. Kalo kamu pengen mandi juga, pake aja kamar mandi di kamarku. Aku mandi di atas. OK?”
“Gak deh, nanggung ntar juga pulang”, jawabku.
Posisi dudukku dengan Mamanya berseberangan di sofa antara meja kaca. Gila!, aku nggak nyangka Mamanya sexy banget.. Sebagai gambaran buat para pembaca, umurnya kira-kira 41 tahun, wajahnya cantik keibuan, kulitnya putih bersih dengan rambut ikal sebahu, postur tubuhnya ideal tidak terlalu gemuk. Ukuran payudaranya kira-kira 36B, bentuknya bulat pula. Enak banget nih kalo diisep, pikirku.
Memecah sepi, iseng-iseng aku bertanya, “Oom kemana Tante?”, padahal aku sudah tahu dari Hendrik kalau Papanya sedang ke Yogya.
“Kebetulan Oom pergi ke Yogya lagi cari barang-barang antik. Soalnya ada pesanan dari Malaysia. Mungkin sebulan lagi urusannya selesai. Sekarang cari barang-barang antik agak susah. Nggak kayak dulu”, jawabnya.
“Jack satu kantor sama Hendrik?”, tanyanya lagi.
“Iya Tante, tapi Hendrik manager saya sedangkan saya bagian marketing. Kebetulan saya sama Hendrik suka mancing. Jadi sering ngumpul”, jawabku.
“Oo.. Begitu”
“Tante mau nanya nih, teman Jack ada yang punya barang antik nggak?”
“Wah, kalo itu saya kurang tau Tante. Tapi mungkin nanti saya bisa tanya ke teman-teman”
“OK. Tante ngerti. Gini aja, seandainya ada teman kamu yang punya barang antik, telepon Tante ke nomor ini.. (sambil memberikan sebuah kartu nama lengkap dengan nomor HP) nanti kamu pasti dapat komisi dari Tante, gimana?”
“Siip deh Tante..”, wah, lumayan nih bisnis kecil-kecilan.
Setelah berbasa-basi, Hendrik datang sambil berkata..
“Keliatannya seru, lagi ngobrolin apaan nih?”
“Ini.. Mama lagi ngomongin bisnis sama Jack. Gimana? Udah segeran?”
“Udah dong Ma..”
“Ntar sore anterin Mama belanja ke Club Store ya.. Stok di kulkas sudah mulai habis tuh. Jack ikut?”
“Nggak deh Tante. Makasih. Soalnya banyak tugas yang belum selesai dikerjain. Lagian saya belum mandi”
“Ok, deh Drik, aku pulang dulu udah sore nih”, jam di tanganku menunjukan angka 6:10 menit.
“Ok hati-hati Jack.. Sampai ketemu besok di kantor”
“Permisi Tante”
“Iya.. hati-hati ya Jack.. Inget telepon Tante kalo ada barang antik OK?”
Setelah aku start motorku, aku langsung pulang. Sesampainya di rumah aku langsung mandi karena badan rasanya lengket semua.
Sejak saat itu aku sering membayangkan Tante Merry, walaupun aku sudah punya cewek yang sering kuentot. Terkadang aku ngentot cewekku tapi aku membayangkan sedang ngentot Tante Merry. Sampai colipun aku tetap membayangkan dia. Puas rasanya. Walaupun aku merasa sedikit berdosa sama Hendrik. Ternyata nafsu mengalahkan segalanya. Aku juga termasuk orang yang pandai menyembunyikan sesuatu.
Selang empat hari dari perkenalan itu, aku tidak melihat Hendrik di kantor. Untuk mencari tahu, aku telepon Hendrik ke HP-nya.
“Drik, kamu hari ini nggak masuk kenapa? Sakit atau ngentot?”, candaku.
“Gila kamu ngatain aku ngentot.. Aku lagi dalam perjalanan ke Yogya nih. Sorry aku nggak sempat ngasih tau kamu. Buru-buru sih”, jawabnya dari seberang telepon.
“Ngapain kamu ke Yogya?”, tanyaku lagi.
“Kemarin malam Papaku nelpon, aku disuruh bawain laptop yang isinya katalog. Buku katalog yang dia bawa kurang lengkap”
“Ngapain susah-susah. Paketin aja kan beres?”
“Wah, resiko Jack. Lagian sekalian aku liburan di sini. Yah, sambil cari memek barulah.. Rugi dong aku udah minta cuti 2 minggu cuma buat jalan-jalan”
“Nggak ngajak-ngajak malah bikin ngiler aja”
“Sorry banget Jack.. Hahahaha..” setelah itu telepon ditutup. Sialan, pikirku.
Bengong di kantor.. Tiba-tiba terbayang lagi Tante Merry. Aku ada akal nih.. Semoga berhasil. Iseng-iseng aku SMS ke nomor HP Tante Merry, pura-pura menanyakan Hendrik. Isi SMS nya begini, “Tante, ini Jack. Hendrik kok ga msk kantor? Sakit ya? Tadi saya tlp ke hpnya tp ga nyambung2″
Setelah beberapa detik SMS terkirim, HP-ku berdering.. Kulihat nomornya, ternyata dari no telepon rumah Hendrik. Yes! Teriakku dalam hati. Tanpa basa-basi, langsung aku angkat.
“Hallo..” ucapku.
“Hallo, ini Jack?”
“Iya.. Ini Tante Merry ya?”
“Lho kok tau?”
“Nomor telepon rumah Tante tercatat di sini. Hendrik sakit ya Tante?”
“Lho, kamu nggak dikasih tau sama Hendrik kalo dia ke Yogya?”
“Hah, ke Yogya? (aku pura-pura kaget) Yang bener Tante. Kapan berangkatnya?”
“Kamu kok kaget banget sih. Berangkatnya tadi pagi banget sama Rudy. (Rudy bekerja sebagai asisten Papanya) Mungkin karena buru-buru jadi nggak sempat ngasih tau Jack”.
“Kira-kira kapan pulangnya Tante?”
“Yah, mungkin 2 minggu lagi. Sekalian refreshing katanya”.
“Wah, kasihan yah Tante jadi kesepian..”
“Iya nih.. Jack ke sini dong. Temenin Tante ngobrol. Itu juga kalo Jack nggak sibuk.”
Horee!! Sorakku dalam hati. Kesempatan emas nih.. Gak boleh disia-siakan.
“Hmm, gimana ya..(pura-pura berpikir) OK deh Tante. Lagian saya nggak sibuk ini. Jam berapa Tante? Sekalian saya mau belajar bisnis sama Tante”.
“Bener nih Jack nggak sibuk? Kalo Jack mau, dateng aja jam 6 sore. Gimana?”
“OK Sampai ketemu nanti. Saya urus kerjaan dulu”.
“OK Tante tunggu ya.. Bye..”
Setelah menutup telepon aku bergegas pulang dan mandi. Karena waktu sudah menunjukkan angka 4:55 menit. Jam 5:50 menit aku sudah sampai di rumahnya. Di pintu gerbang, ternyata aku sudah disambut oleh seorang pembantu. Pembantu itu bertanya..
“Mas Jacky, ya?”
“Iya. Kok Mbak tau?”
“Tadi Ibu bilang kalo ada tamu yang namanya Jack suruh masuk aja. Gitu. Ayo silakan masuk Mas”.
“Terima kasih Mbak”.
“Sama-sama”
Begitu masuk, langsung kuparkirkan motorku di garasi berjejer dengan mobilnya. Lalu aku melangkah menuju ruang tamu. Tante Merry sudah duduk di sofa.
“Sore, Tante.. (aku sempat kaget begitu lihat Tante Merry yang sedang mengenakan pakaian senam dan keringat membercak di antara belahan payudaranya. Apalagi putingnya terlihat menonjol karena tidak pakai BH. Bentuknya masih mengkal, jadi gemas liatnya. Sesekali aku menelan ludah karenanya).
“Ayo, masuk aja Jack. Silakan duduk. Sorry Tante masih keringatan. Jangan malu-malu. Anggap aja rumah sendiri. Ternyata kamu tepat waktu. Tante suka orang yang selalu tepat waktu”.
“Kebetulan aja Tante..”
“Jack, Tante bisa minta tolong nggak?”
“Tolongin apa Tante?”
“Tolong pijatin kaki Tante ya.. Sebentar aja. Tadi Tante aerobik nggak pemanasan dulu jadinya kaki Tante kram”.
“Boleh deh. Tapi saya nggak jago pijat lho Tan”.
Tanpa berkata apa-apa, Tante Merry merebahkan tubuhnya di sofa dan memejamkan matanya kemudian kakinya diletakkan di atas pahaku. Dia sengaja melebarkan sedikit kakinya sehingga aku dapat melihat bulu-bulu memeknya yang terjepit di antara selangkangannya. Kontolku sedikit mengeras dibuatnya, ditambah bau keringat bercampur bau memek yang khas. Oh.. Aromanya semakin terasa..
Pagi itu aku pulang sekolah lebih awal, karena memang minggu ini kami menjalani ujian semester 2 untuk kenaikan kelas 3 SMU. Sesampai dirumah nampak sebuah mobil sedan putih parkir didepan rumah. Siapa ya ? dalam hatiku bertanya.
Padahal mama hari ini jadwalnya tennis. Untuk menghilangkan penasaranku segera kumasuki rumah. Ternyata di ruang tamu ada mama yang sedang berbincang dengan tamunya. Mama masih menggunakan pakaian olah raganya, sedangkan tamu itu masih berpakaian kerja dan berdasi.
“Sudah pulang sekolahnya ya sayang” Tanya mama padaku.
“Oh iya, ini perkenalkan om Ari relasi bisnis papamu, kebetulan pulang tennis tadi ketemu, jadi mama diantar pulang sekalian”. Kami saling berjabat tangan untuk berkenalan. Mereka kutinggalkan masuk kekamarku untuk berganti baju seragam sekolah.
Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakakku perempuan melanjutkan sekolah SMU-nya di kota “M” dan tingalnya indekost disana. Alasannya karena mutu sekolahnya lebih baik dari yang ada dikotaku ( padahal daripada tidak naik kelas dan jadi satu kelas denganku ). Jadi tinggal aku sendirian yg menemani mamaku, karena papa sering pergi ke luar kota untuk melakukan kegiatan bisnisnya.
“Indra, tolong kesini sebentar sayang.” tiba-tiba terdengar suara mama memanggilku. “Ya ma !” aku segera beranjak untuk menemui mama di ruang tamu.
“Om Ari mau minta tolong di belikan rokok ke warung sayang” pinta mama. Aku segera mengambil uang dan beranjak pergi ke warung untuk beli rokok. Sepulangnya dari warung tidak kutemui mama maupun om Ari di ruang tamu, padahal mobil om Ari masih parkir di depan rumah. Rokok kuletakkan di meja tamu lalu kutinggalkan kembali ke kamarku.
Melewati kamar mama nampak pintu sedikit terbuka. Dengan rasa penasaran kuintip melalui celah pintu yang terbuka tadi. Didalam kamar nampak pemandangan yang membuat jantungku berdegup kencang dan membuatku sering menelan ludah. Nampak mama yang telanjang bulat tidur di atas ranjang dengan om ari menindih dan mengulum payudara mama tanpa menggunakan celana lagi. Dengan gerakan teratur naik turun menyetubuhi mamaku. Sambil mengerang dan meggeleng ke kiri dan kekanan, nampak mamaku menikmati puncak dari birahinya. Tak lama kemudian nampak om Ari mengejang dan rubuh diatas pelukan mama. Mungkin sudah mengalami orgasme. Tanpa sengaja dengan wajah kelelahan mama melihat kearah pintu tempat aku mengintip dan mebiarkan aku berlalu untuk kembali ke kamarku.
Sesampainya di dalam kamar pikiranku berkecamuk membayangkan pemandangan yang baru kulihat tadi. Takterasa tanganku melakukan aktifitas di penisku hingga mengeluarkan cairan yang membuatku merasakan kenikmatan sampai aku tertidur dengan pulas.
Malam harinya aku belajar untuk persiapan ujian besok pagi. Tiba tiba pintu kamar terbuka.
“Sedang belajar ya sayang” nampak mama masuk kekamarku menggunakan daster tidur.
“Iya ma, untuk persiapan ujian besok pagi” mamaku duduk di ranjangku yang letaknya dibelakang meja belajarku.
“Kamu marah sama mama ya ?” tiba tiba mama memecahkan keheningan.
“Kenapa harus marah ma ?” tanyaku heran.
“Karena kamu sudah melihat apa yang mama lakukan dengan om ari siang tadi”.
“Enggak ma, memangnya om Ari telah menyakiti mama ?” aku balik bertanya.
“Enggak, malah om Ari telah memberikan apa yang selama ini tidak mama dapatkan dari papamu. Papamu kan sering keluar kota, bahkan mama dengar papamu punya istri muda lagi.”
“Kenapa mama diam saja ?” tayaku.
“Yang penting bagi mama segala keperluan kita terpenuhi, mama tidak akan mempermasalahkan itu.”
“Kamu mau membantu mama sayang ?” tiba tiba mama memelukku dari belakang. Dapat kurasakan payudaranya yang ukurannya sedang menempel di punggungku.
“Menolong apa ma ?” jawabku dengan suara bergetar dan sesekali menelan ludah.
“Memberikan apa yang selama ini tidak mama dapatkan dari papamu.”
“Tapi, aku kan anakmu?”
“Kamu kan laki-laki juga, jadi kalau kita sedang melakukannya jangan berpikir kalau kita ini adalah ibu dan anak.” sambil berkata begitu tiba tiba mamaku sudah memegang batang penisku yang sudah menegang dari tadi.
“Wow, ternyata punyamu besar juga ya” goda mamaku, aku jadi tersipu malu.
Tiba tiba mamaku mengeluarkan penisku dari celana pendek yang kupakai, kepalanya mendekati penisku dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Sambil mengocok ngocok dan memainkan lidahnya di ujung penisku. Kurasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan, tiba tiba “crot…crot. .” keluar cairan kenikmatan yang langsung ditampung mulut mama.
“Yah, sudah keluar deh, padahal mama belum kebagian” kata mamaku sambil menelan cairan sperma yang ada dalam mulutnya. Aku jadi malu sendiri, maklum yang pertama kali kulakukan.
“Pindah ke ranjang yuk” ajak mamaku sambil berdiri menuju ranjangku. Aku ngikut aja bagai kerbau yang dicocok hidungnya. Mamaku tidur terlentang diatas ranjang masih menggunakan dasternya. Ketika kakinya diangkat agak ditekuk tampak mem*k mamaku yang dikelilingi bulu halus itu terbuka. Ternyata mamaku tidak memakai celana dalam dibalik dasternya. Membuat dadaku jadi berdebar debar melihat pemandangan yang indah itu.
“Ayo kesini!” kata mamaku sambil menarik turun celana kolor yang aku pakai. Dasar si kecilku nggak bisa melihat barang aneh, langsung terbangun lagi.
“Nah, itu sudah bangun lagi.” seru mamaku. Kudekati bagian pangkal paha mamaku, tercium olehku aroma yang keluar dari mem*k mamaku yang membuaku makin terangsang. Sambil perlahan kusibak belahan lobang kenikmatan yang didalamnya berwarna merah jambu itu. Kujilat cairan yang keluar dari dalamnya, nikmat rasanya.
“Teruskan indra, jilati bagian itu” lenguh mamaku yang merasakan kenikmatan. Kujilat dan terus kuhisap cairan yang keluar sampai tak bersisa. Setelah sekian lama bermain didaerah vagina mamaku, kuangkat kepalaku dari jepitan paha mamaku. Kulihat mamaku sudah tergolek tanpa selembar benangpun yang menutupi tubuhnya. Mungkin waktu asyik bermain dibawah tadi, mamaku mulepaskan daster yang dikenakannya. Kubuka kaos yang sedang kupakai, sehingga kami sama-sama dalam keadaan telanjang bulat. Kudekati tubuh mamaku sambil perlahan lahan kutindih sambil menghujani ciuman ke bibir mamaku. Kami berciuman sambil memainkan payudara mamaku, kuremas remas dan kupuntir puting payudara yang dulu menjadi sumber makananku pada waktu masih bayi. Tangan mamaku sudah memegang batang penisku dan dibimbingnya kearah lobang kenikmatannya yang sudah basah.
“Tekan sayang…” pinta mamaku. Dengan ragu-ragu kutekan penisku dan bless menancap masuk ke lobang vagina mamaku yang sudah licin.
Oh..nikmatnya, sambil kutarik keluar masuk kedalam lobang kenikmatan itu. Desahan napas mamaku semakin membuat aku terpacu untuk mempercepat irama pemompaan batang penisku kedalam lobang kenikmatan mamaku. Tak lama kemudian…
“Oh, aku sudah sampai sayang, kamu benar benar hebat”.
Terasa lobang kenikmatan mamaku bertambah basah oleh cairan yang keluar dari dalam dan menimbulkan bunyi yang khas seirama keluar masuknya batang penisku. Tiba-tiba mama mencabut batang penisku, padahal sedang keras-kerasnya.
“Sebentar ya sayang, biar ku lap dulu lobangya, sambil kita rubah posisi.”
Disuruhya aku telentang dengan batang penis yang tegak hampir menyentuh pusarku. Mamaku jongkok tepat diatas batang penisku. Sambil membimbing batang penisku memasuki lobang kenikmatan yang sudah mongering karena di lap dengan ujung kain daster, ditekannya pantat mamaku hingga bless, kembali si kecilku memasuki goa kenikmatan mamaku, meskipun agak seret tapi rasanya lebih enak, sambil perlahan lahan diangkatnya naik turun pantat mamaku, yang membuat aku jadi tambah merem melek. Lama kelamaan jadi tambah licin dan membuat semakin lancarnya batang penisku untuk keluar masuk. Semakin cepat irama naik turunya pantat mamaku, tiba tiba tanganya mencengkeram kuat dadaku dan…
“Aku sudah sampai lagi sayang” desah mamaku. Tubuhnya melemah dan menghentikan irama naik turun pantatnya. Tubuhnya mengelosor telentang disampingku, dan membiarkan batang penisku masih tegak berdiri. ” Aku sudah tidak sanggup lagi sayang, terseah mau kamu apain saja ” kata mamaku pelan. Aku hadapkan mamaku kekiri, sambil kuangkat kaki kanannya hingga nampak tonjolan lobang vaginanya mulai terbuka. Kumasukkan batang penisku lewat belakang sambil perlahan lahan ku pompa keluar masuk kedalamnya. Irama pemompaanku makin lama makin kupercepat sampai akhirnya tubuhku mengejang hendak mengeluarkan peluru cairan dari lobang penisku, dan crot…crot…crot muntahlah lahar dari lobang penisku. Bersamaan dengan itu mamaku mengerang lemah ” Oh sayang, aku keluar lagi “. Batang peniskupun melemah, dan keluar dengan sendirinya dari lobang petualangan. Kamipun tertidur pulas dalam keadan telanjang bulat sambil berpelukan ( kaya telletubis aja ).
Pagi harinya aku terbangun dengan keadaan segar, mamaku sudah tidak ada disampingku. Ku ambil handuk dan kulilitkan menutupi kemaluanku menuju ke kamar mandi. Di ruang makan aku berpapasan dengan mama yang sudah segar bugar habis mandi. Kudekati mamaku dan kucium pipinya dengan mesra, aroma sabun mandi tercium dari tubuh mamaku. ” Semalam kamu hebat sayang, untuk itu mama siapkan telor setengah matang dan susu hangat untuk memulihkan lagi staminamu ” bisik mamaku lembut. Sambil duduk dengan hanya dililit oleh handuk kuminum susu hangat dan kumakan dua butir telur setengah matang dengan kububuhi merica bubuk dan garam. Mamaku mendampingiku berdiri disampingku, karena tercium aroma segar sabun mandi membuat birahiku jadi naik. Perlahan lahan batang penisku berdiri menyibak lilitan handuk yang menutupinya. Mamaku terseyum melihat kejadian itu, sambil dipegangnya batang penisku berbisik ” Nanti siang aja sepulang kamu dari sekolah kita lakukan lagi “. Dengan kecewa aku beranjak menuju kamar mandi untuk bersiap siap ujian semester di hari terakhir. Tak sabar rasanya untuk segera menyelesaikan ujian hari ini, agar bisa berpetualang penuh kenikmatan